Sunday, October 14, 2012

lets keep it a secret. you and I.

lets keep it a secret
you and I
about how we felt
about what we meant for each other

lets keep it a secret
you and I
about how you wished for me
and how I finally found you

lets keep it a secret
you and I
about how our hearts felt
after our long talk of dreams and memories

lets keep it a secret
you and I
about what sadness is
when we know that we have to say good bye

lets keep it a secret
you and I
coz other people won't believe us if we tell them anyway...

*for the only person who thought I was an angel sent from above.

Thursday, September 20, 2012

harus menulis


Saya harus mulai menulis.
Entah menulis apa.
Tapi saya tahu saya harus memulainya.
Saya harus memulainya karena sudah banyak cerita yang menumpuk di kepala.
Saya harus memulainya karena semua cerita ini harus saya sampaikan kepada Anda. Kepada Anda yang sedang menunggu dengan setia akan cerita saya.
Kepada Anda yang sedang berharap dengan cerita, rindu pada saya bisa terkikis sedikit demi sedikit seiring dengan membaca. 

Wednesday, September 12, 2012

Seharusnya ada larangan bagi orang berusia 30 tahun ke atas untuk patah hati

Seharusnya ada larangan bagi orang berusia 30 tahun ke atas untuk patah hati. Kenapa? Karena pada umur sekian, manusia sudah menemukan kenyamanan dan kemapanan hidup. Selain itu, pada umur sekian, tubuh manusia --terutama hati--telah melewati banyak kesengsaraan, sehingga tak mungkin lagi dihajar oleh sesuatu yang begitu keji ---yaitu patah hati.

Namun manusia hanya bisa berharap, dunia yang menentukan. Jadi mau tak mau ada juga orang yang patah hati pada usia sekian. Dan hasilnya? Malapetaka! Semua jadi berantakan semua. Jati diri, emosi, harga diri, dan semua yang berhubungan dengan organ-organ dalam seperti ditiup badai dan diporakporandakan.

Dan saya --sebagai teman--hanya bisa memandangi sisa-sisa yang ditinggalkan oleh amukan badai itu. Sedih? Tentu! Patah hati meluluhlantakkan sahabat saya. Patah hati melucutinya dari harga diri yang dia perjuangkan sedikit demi sedikit dalam proses kedewasaan. Huh! Patah hati, kejam sekali, Sampeyan.

Untuk menutup cerita ini, saya hanya bisa berjanji untuk tidak patah hati di usia 30-an ini. Terlalu mengerikan gambaran yang ada di hadapan saya saat ini. Terlalu keji. Terlalu tidak manusiawi. Semoga saya bisa menepati janji ini.

#hopelifetreatsyoukind,sobat

Monday, September 03, 2012

goodbyes are never easy

Goodbyes are never easy, 
because they make you remember why you said hello, 
then memories will flash before your eyes 
making certain that you know what you are saying good bye to 

Goodbyes are never easy, 
though they say that little by little you will forget 
forget his face, forget his smile, 
forget how your heart flutters every time his voice called out your name   
and then eventually you will forget his name 

Goodbyes are ever easy, 
i just can't understand why 
I keep saying it for the hundredth time... 

Wednesday, July 04, 2012

retrospeksi #1

Pukul delapan tanggal 5 bulan yang sama lima tahun yang lalu, masih ada kamu.

Apakah kenyataan itu mempengaruhi hari ini dan kondisi diri yang sudah lupa punya hati?

Friday, June 15, 2012

Pengalaman Menonton Bunglon

Waktu kali pertama mendengar judul ini di sebut, saya tak menyangka bahwa film pendek yang disutradarai dan ditulis oleh Angkasa Ramadhan ini akan bercerita mengenai hubungan perkawinan. (padahal harusnya saya sudah terformat di kepala bahwa apapun yang Angkasa buat pasti berhubungan dengan cinta dan perkawinan --this kid is obsessed with it.) 

Penasarankah saya mengenai hubungan bunglon? (binatang jelek bentuknya dan bila berganti warna sedikit membuat saya begidik karena proses bergantinya sangat pelan). Tentu saya penasaran. Cerita perkawinan seperti apa yang bisa dianalogikan dengan binatang itu? 

Sayang, kesempatan pertama menonton film ini tak saya manfaatkan karena saya terjebak oleh waktu sehingga sesampainya di ruang pemutaran, rough cut si Bunglon sudah kelar diputar :( huhuhu.... padahal dari gosip-gosip yang beredar, film tersebut mendapat nilai lumayan. 

Untung saya mendapat kesempatan kedua di final cut beberapa minggu setelahnya. 

Nah, setelah menonton, empunya film (Angkasa dan Candra) meminta bayaran review terhadap film mereka (Candra berlaku sebagai Produser di film ini). 

Sebenarnya permintaan mereka untuk mereview pada saya : salah alamat. Saya tak bisa me-review film, yang saya lakukan adalah menuliskan pengalaman menonton saya. Karena saya hanyalah penonton awam yang tak bisa beri masukan filmis (is that a word?) 

well, karena saya sudah menonton dan menonton harus bayar, maka berikut adalah pengalaman saya menonton Bunglon :) 

Pertama saya harus menyatakan bahwa saya menikmati menonton Bunglon. Ada cerita yang disampaikan di sana, dan cerita tersebut bukan sesuatu yang biasa. :) Walau tak merasa terlena oleh cerita sampai bisa mengaitkannya dengan pengalaman atau pandangan pribadi saya, Bunglon membuat saya berpikir mengenai problematika perkawinan (taelah). 

Saat menonton, ada 3 hal melintas di kepala saya: 
1. Judul 
2. Cerita  
3. Aktor dan dialog

Maka hanya 3 hal ini saja yang akan saya bahas (selain tentunya sudah terlalu panjang film ini dibahas oleh para pembimbing para pembuat film tersebut, saya juga tak tahu lebih banyak lagi :)) 

1. Judul 
Saya suka bikin judul. Sebagai penulis artikel, judul adalah sebuah tempat di mana kita bisa bermain-main dan menggenit-genitkan tulisan kita pada pembaca. Nah, pada kasus Bunglon, saya tak merasa tertarik dengan judulnya (mungkin karena masalah pribadi saya dengan si binatang yang saya anggap ajaib itu). Terlebih saat saat lihat teaser posternya. Das! kata Bunglon terlihat terasing di sana. Terkesan itu adalah judul dokumenter, bukan sebuah film mengenai percintaan yang salah jalan. :) 

2. Cerita 
Masalah cinta yang diangkat di Bunglon, saya akui amat menarik. Namun terkesan terburu-buru disajikan. Saya belum mendapat rasanya (urgensi dari masalah) tiba-tiba saya sudah disodorkan dengan penutup yang membutuhkan pemahaman personal yang mendalam. Saya belum melihat mengapa si Mbak genit itu suka pada si Abang dan memutuskan untuk menikahinya, mengapa si Abang juga memutuskan untuk menikahi si Mbak genit itu padahal dia sudah memiliki si Mpok. Semuanya menimbulkan pertanyaan tersendiri bagi saya. Ah, mungkin film pendek bukan tempat bertutur yang tepat untuk cerita ini, entahlah. :) 

3. Aktor dan Dialog
Mbak yang terlalu muda, Mpok yang terlalu sederhana, dan  Abang yang berkeringat, membuat saya tak simpati memandangi layar. Ah, cinta (apapun ceritanya) seharusnya menarik penampilannya. Dialog yang panjang yang berupaya menceritakan kisah masing-masing jadi hanya lewat saja saat saya menonton film ini. (seperti yang disarankan oleh para pemerhati film saat pemutaran Bunglon) saya juga merasa ada kekurangan akan ekspresi dalam film ini. Semua terasa begitu datar. Padahal yang dibicarakan adalah sesuatu yang kuat dan mantap. Dan pada akhirnya cerita menjadi berlalu saja. 


Nah, demikian pengalaman saya menonton Bunglon :) 
pengalaman menonton yang proses menulisnya lebih lama dibanding dengan pemutaran film itu sendiri. heheheheh 

semoga diterima dengan baik :) 

-d- 
 

Tuesday, March 06, 2012

she used to be


I used to be beautiful, she said handing me a two year old picture of here.

I glance a bit. Yes, she looked beautiful in the picture.

Here's me a year ago. This was taken a month after I got sick, she said.

I glance again.

More pictures are shown. More memories are shared. Something that she once were. Something that she once had.

I can't even bear to see myself in the mirror now, she said.

Ah, lady, how can I tell you this without sounding so cheesy. The first day you walked in the intensive care ward, I thought you were the most beautiful person that ever walked these isle.

I want to tell her that, but the tubes got in my way, the glass got in my way, the needles got in my way, the nurses, the doctors,and all that

They all got in my way.

So I just blink
Hoping you understand
And tomorrow
You can come and see me in my glass box and talk some more.