Wednesday, August 18, 2010
Sebuah Koper Besar
Pacarkecilku (Joko Pinurbo, 2001)
Berondong
Tuesday, August 17, 2010
Dan hujan pun turun dengan deras pada pukul tiga siang
diskusi kurcaci
Thursday, August 12, 2010
tes #3
tes #2
tes #1
Can you tell which thing is not like the others
By the time I finish my song?
Three of these things are kind of the same
Can you guess which one of these doesn't belong here?
Now it's time to play our game (time to play our game).
Wednesday, August 11, 2010
Bangun, sayang, waktunya sahur. Kamu puasa kan?
Tapi aku tahu, kamu pasti murka bila tak dibangunkan saat sahur tiba.
Jadi terpaksa aku berhenti menggerakkan jemari di atas komputer lalu beranjak membangunkanmu dari lelapnya tidur.
"Yang," ujarku perlahan sambil menatap dirimu yang berganti posisi mencari kenyamanan.
Tugasku kemudian bertambah berat. Aku harus jadi raja tega yg membuyarkan kelelapan tidurmu dengan segera.
Waduh. Ingin rasa bulan puasa segera lewat, biar tak lagi aku jadi orang yang jahat. Orang yg mengusikmu saat kau lelap.
Pernah aku protes akan tugasku ini. Kamu dengan santai menjawab, 'ah, anggap saja ini balas dendammu padaku karena memaksamu ikut prosesi paskah dan tuguran bersama keluargamu.'
*ah, kurcaci.. Kamyu benar2 aneh subuh ini*
Bulan Puasa
Sebelum sahur, aku selalu menjemputnya untuk mencari makan di warung warung yang ada. Di sepi pagi, kami berjalan. Aku, dia dan rantangnya. Entah kenapa dia tak mau makan di warung itu. Menurutnya akan lebih nyaman kalau kami makan di kamarnya. Dia pun menolak membungkus makanan dg kertas coklat yang tersedia. 'lalu untuk apa rantangku ini kubawa?' begitu ujarnya waktu ku tanya.
Jadilah selalu begitu ritual aku dan dia. Berjalan berdua menyusuri jalan setapak menuju warung terdekat. Di tengah gelap bersama rantang yang norak.
Kadang ingin sekali kubuang benda itu, karena tiap kali si rantang ada, dia enggan menggenggam tanganku saat berjalan. Padahal -pada masa itu- menggenggam tangannya adalah satu satunya hal yang boleh kulakukan. Tapi gara-gara si rantang, aku tak bisa melakukannya selama sebulan.
Ironisnya, hal itulah yang terekam di ingatan. Perjalanan kami di pagi buta bersama si rantang norak yang membuatku harus membenamkan tangan di kantung jaket untuk mencari kehangatan.
Aih, kenapa setiap bulan puasa kepalaku isinya hanya dia dan rantang norak itu ya?
Semoga setelah lebaran, aku bisa ke rumahnya mencari tahu apakah rantang itu sudah diwariskannya pada anak-anaknya.
*kurcaci, kamyu aneh sekali*
Bcoz they make me laugh...
Malam ini, beberapa detik sebelum saya mematikan lampu kamar, tiba tiba saya merasa amat sangat bersyukur. Karena 2 minggu belakangan ini saya baru menyadari bahwa semua teman saya telah membuat saya jatuh cinta. Karena dalam waktu dua minggu ini saya tak henti hentinya tertawa.
:) gosh, i am ever so lucky! Saat ada yg hanya diberi satu, ternyata saya diberi begitu banyak!
Terima kasih ya, semua. I heart you guys, thank you for making me laugh. :)
*note buat si dudul : see, i do fall in love! :p*
Menjadi Biasa!
Sewaktu menonton Nothing Hill untuk kesekian kali, tiba-tiba saya teringat cerita seorang teman. Di sela-sela acara talkshow sebuah majalah terkemuka (hahaha) di Plaza Indonesia, tiba-tiba teman saya yang satu ini punya keinginan untuk bercerita mengenai masa lalunya. Jadilah kami berdua duduk di sudut warung kopi tempat acara itu berlangsung dan membahas sekelumit mengenai masa lalunya.
“Waktu itu kami bertanya-tanya, boleh tidak kami jadi orang biasa saja,” ujar lelaki yang menurut saya punya isi kepala yang terlalu tua untuk umurnya. Kalimat itu langsung saya hadiahi dengan tatapan sinis.
Mungkin itulah yang ada di kepala anak-anak jurusan Fisika dari sebuah kampus ternama di Indonesia. Mungkin dari awal memang mereka sudah tahu takdir mereka untuk menjadi orang yang luar biasa karena berhasil memasuki jurusan ajaib dengan kemampuan mereka yang luar biasa.
Obrolan itu menjadi panjang dan pembahasan semakin menjadi absurd. Isinya mirip dengan lagu Superman dari Five for Fighting. Walau sudah mendapat penjelasan panjang dan lebar, saya tetap kukuh dengan kesinisan: Walau Anda merengek tak suka dan tak bisa, tetap saja Anda Superman, bukan? Shove it and face it like a man!
Well, seperti biasa, pemikiran-pemikiran bodoh saya akhirnya menjadi bumerang yang langsung menghantam muka saya setelah sekian lama tak nampak.
Hari terakhir saya bekerja, ada beberapa orang yang mengetahui kepergian saya dan berikut percakapan yang terjadi di sebuah tangga:
Dia: eh, hari terakhir ya, Det..
Me: Iya. Pamit yah.. sampai ketemu kapan-kapan…
Dia: Sukses ya, Det…
Me: Terima Kasih
Dia: Eh, mau ke mana abis ini?
Me: Err.. ngak ke mana-mana mau di rumah saja
Dia: Ooooo (panik) tapi tetep sukses ya, Det!
Me: iya… (bingung)
Tiba-tiba suara temen saya di sudut warung kopi terngiang di telinga saya. “Boleh tidak kami jadi orang biasa saja? Ngak usah sukses, tapi biasa saja, karena itu benar-benar jadi sebuah beban”
Akhirnya saya mengerti obrolan waktu itu. Kesuksesan Anna Scott membuat dia merasa harus meyakinkan belahan jiwanya bahwa dia hanyalah seorang anak perempuan minta untuk dicintai. Superman pun minta dikasihani dan segerombolan anak jurusan fisika murni pun minta untuk dianggap biasa saja.
Dan akhirnya setelah sekian lama: Saya –akhirnya –pun memahami bahwa yang saya minta adalah sebuah hal yang biasa-biasa saja, tak mau label sukses ditancapkan di mana-mana. Hanya biasa-biasa saja, sepertinya itu cukup untuk hidup saya J
Menjadi Tua bagian 2
Age is an issue of mind over matter. If you don't mind, it doesn't matter. ~Mark Twain
Dulu saya percaya bahwa umur itu tak berarti apa-apa. Cuma menunjukkan jumlah waktu yang sudah Anda habiskan di dunia. Tapi belakangan ini—saat umur saya menjelang senja—ada hal-hal yang bikin saya ketawa dan menyadari ‘ah, memang saya sudah tua.’ Berikut kisahnya…
Beberapa waktu lalu, saya menghabiskan waktu makan siang di sebuah toko buku, dan membeli buku perdana Curtis Sittenfeld yang sejak lama menghantui saya. Judul buku itu PREP. Seorang teman pernah memberi jempol pada buku itu dan menyarankan agar semua membacanya. Mungkin karena buku itu buku lama, jadi jarang sekali ada di toko-toko buku terkemuka, namun siang itu, keberuntungan sedang bersama saya. Ternyata buku itu nangkring dengan manisnya di rak toko. Ah, kebetulan… saya beli juga benda itu…
PSSTT…. Sedikit info mengenai Mbak Curtis ini.. dulu saya pernah naksir sama cover buku Mbak Curtis no, 2 yang bertajuk Man Of My Dreams. Gambar katak kecil sendirian di cover polos bikin saya ingin membaca buku itu sambil berkelung di tempat tidur yang nyaman. Karena judulnya mengindikasikan cerita cinta menye-menye, dengan gegabah saya membacanya saja. Ternyata, Mbak Curtis mengagetkan saya… bukunya bercerita lebih dari sekedar cinta, namun mengenai posisi perempuan di dunia yang diciptakan manusia… Tadinya mau menye-menye jadinya berpikir mendalam mengenai konsep perempuan… hehehehe…
Balik lagi ke PREP, shall we….
Setelah membaca buku ke-2nya, saya lebih berhati-hati saat membuka PREP. Secara garis besar PREP bercerita mengenai Lee Fiora seoranga anak kelas ekonomi menengah yang ingin masuk ke sekolah asrama. Buku ini bercerita mengenai bagaimana Lee berinteraksi dengan anak-anak asrama yang datang dari latar belakang yang berbeda dengannya. Buku yang menarik dan saya senang membacanya.
Ada sesuatu yang membekas di diri saya saat membaca buku 400-an halaman itu. Saat Mbak Curtis bercerita mengenai hari-hari Lee di asrama dan apa yang dilakukannya di sekolah, saya mendapati diri saya sangat marah. Saya merasa… err… sudden rush of emotion (nah, lho! Saya tak tahu bagaiamana menerjemahkan ini) … saat mengetahui bahwa Lee sama sekali tak mau belajar dan tidak fokus pada pelajarannya… dia lebih senang memikirkan hal-hal aneh lainnya seperti rasa tak percaya dirinya atau rahasia-rahasia yang dia dengarnya. Saat membaca ini, saya ingin sekali bertemu dengan Lee dan bilang : “young lady, you better straighten up your act!” Urghhhh… saat membaca itu saya benar-benar mau marah….
But after I put the book down (nyerah nulis pake bahasa Indonesia) saya langsung terbahak-bahak sendiri… Gokil!!! I’m old! Lee Fiora adalah seorang gadis berusia 14 tahun, anak seumur dia memang harusnya demikian… kenapa saya menjadi tua dan ingin mencak-mencak melihat ketidak seriusannya menghadapi pelajaran sekolahnya ya?
Damn… dodol banget sih saya…. Pada saat itu saya baru sadar bahwa umur mempengaruhi itu semua…
Setelah kejadian itu, saya mulai memata-matai diri saya sendiri.. (how cool is that?) apakah ada tanda-tanda saya menjadi tua terlihat dari tingkah laku saya? Itu adalah pertanyaan besar yang ingin saya ungkap. Ternyata, jawaban adalah IYA (damn!)
Saya punya teman yang punya kebiasaan mengubah dirinya menjadi anak umur 4 tahun untuk menghilangkan kebosanan. Kebiasaan yang amat sangat menyenangkan bagi saya. Karena saya merasa amat sangat terhibur saat dia berubah menjadi anak kecil berusia 4 tahun yang sok tahu itu. J
Beberapa saat yang lalu, teman saya mengubah dirinya menjadi si anak 4 tahun ini saat kami sedang makan dengan santai. Tiba-tiba (errr.. saya lupa kenapa) si anak itu menjeritkan kata yang sangat kotor. And you know what happened? Saya sempat lupa bahwa yang mengucapkan kata itu adalah teman saya yang sudah hampir berusia 40 tahun!!! Saya terkejut karena saya sempat bertanya dengan nada tinggi, “siapa yang mengajarkan kamu ngomong seperti itu?”
Argghhhh…. Untuk beberapa saat saya tak melihat sosok teman saya itu, melainkan anak umur 4 tahun yang mengucapkan kata yang kotor….. dan rasanya mau marah sama orang yang mengenalkan kata itu ke anak kecil!
Gokil! Talk about being old….
Waduh, kacau sekali kepala saya belakangan ini….
Apakah kalian pernah merasakan demikian? Merasa tiba-tiba menjadi tua dan lupa bahwa anak-anak memang begitu adanya?
buat kurcaci di kepalaku, maaf ternyata aku salah, aku bukan Peter Pan
Monday, August 09, 2010
Pertama...
Ternyata jawabannya adalah betapa lembutnya sarung bantal ini menempel di pipi.
Lalu mulai mensyukuri hembusan ac yg tak terlalu dingin untuk ukuran pagi itu.
Kemudian memandang langit mendung yang membuat hati bersyukur karena tak perlu kemana mana pagi itu.
*hari #1 bersama kurcaci saja*
Wednesday, August 04, 2010
Di ruang kelas teknik dg kendala teknis dan ac super duper dingin.
Memang rumit sekali menunggu waktu untuk bertemu.
Ah, tapi itu hanya perhitungan rindu, ujarnya tak acuh.
Yang penting yang kuyakini hanya satu,
aku jatuh cinta pada lelaki itu,
ujarnya sambil menunggu.
Depok, bersama kurcaci di kepalaku.
Monday, August 02, 2010
You
I'll believe you.
I'll believe you.
Really, i would.