Wednesday, February 24, 2010

sore-sore diajakin nonton film

SAIA (2009)

produced, written, and directed by Djenar Maesa Ayu
cast. Djenar Maesa Ayu, Harry Dagoe
director of photography. Anggi Cumit
physical coach. Eko Supriyanto
editor. Robby Barus
sound designer. Khikmawan Santosa
executive producer. Djenar Maesa Ayu
country. Indonesia
duration. 80 min

Sebuah film yang membuat saya tertegun dan tidak tahu mau berpikir apa. Berulang kali saya menarik napas dalam-dalam saat menatap kisah yang disajikan tanpa dialog itu. Kadang tarikan napas tercengang, kadang tarikan napar bosan, kadang tarikan napas bingung, kadang tarikan napas kagum.

Sepertinya pembuat film ini ingin mengejek orang-orang seperti saya yang gemar menuliskan review film –atau dalam bahasa saya 'sebuah pengalaman menonton.' Karena film yang dibuatnya seakan tak bisa dibahas dan didiskusikan dalam kata. Dia menempatkan film pada posisi sebenarnya yaitu sebagai sebuah tontonan, bukan bacaan... (hahaha.. sepertinya sok tahu sekali saya! Tapi beneran deh itu yang saya rasakan saat menontonnya)
 
Selain merasa diejek, bagi saya film ini terasa sangat personal. Menurut saya setiap orang yang menontonnya punya pemahamannya tersendiri terhadap apa-bagaimana-siapa yang ada di film itu, satu pendapat tentunya berbeda dengan yang lain, dan itu jadi sesuatu yang menyenangkan untuk diketahui.

Seperti pendapat seorang kawan yang berbagi kesannya terhadap film itu saat saya memberi tahukan dirinya bahwa saya baru selesai menonton Saia. “Asyik!! banyak memperlihatkan dada, walau mostly dadanya dagoe!”

Oh, well... memang semua orang berhak punya pendapat.... (sayangnya kenapa pendapat dia dan saya kok sama yah? Hahahaha! Hidup dagoe! :) ) 

Apa yang sebenarnya kamu rindukan, kawan?


Lungun, begitu ujar seorang teman saya, Menurutnya hanya kata dalam bahasa ibunya itulah yang bisa mendeskripsikan luapan emosi yang ada di dadanya saat mengenang masa lalu kami.

“Itu artinya rindu yan amat mendalam,” ujarnya sambil memandang kami bertiga yang sedang asyik tertawa-tawa karena sudah lama tak jumpa.

Saya –sebagai satu-satunya perempuan dan orang yang paling rasional di antara kami berempat---hanya pikir 'halah gombal!' Sudah terlalu lama saya mengenal sosok teman saya yang satu ini, waktu telah mengajarkan saya banyak hal mengenai sosoknya yang gombal. Jadi malam itu berlanjut tanpa ada pertanyaan mengenai lungun dan semua yang berhubungan dengan kerinduan kami berempat sebagai teman dekat.

Sayang seribu sayang, kadang apa yang saya yakini dan pahami sering berbeda jalan dengan apa yang saya pikirkan dan rasakan. Kata lungun itu menghantui saya --mungkin karena dulu saya sempat belajar bahasa ibu teman saya itu untuk sebuah alasan yang benar-benar bodoh-- akhirnya saya mendapati diri menggoogle kata itu just to make sure...

dan ternyata benar saja, om google membenarkan definisi yang dilontarkan oleh bapak beranak satu itu. Sayangnya tak begitu jelas definisi yang disajikan di sana.

Beberapa saat berlalu dan sebuah kesempatan membawa saya ke bangku kayu di depan coffeewar di sebuah pagi buta. Di bangku itu duduk seorang teman yang kebetulan mengerti arti kata lungun.

“Ah, puitis sekali kawan kau itu,” ujarnya mengangkat alis. Menurut teman saya yang satu ini, kata lungun memiliki tingkat intensitas yang lebih dari arti kata rindu biasa.
Aih, benar kan apa yang saya bilang sebelumnya... teman saya ini memang manusia gombal!

Di dalam taksi, sepulang dari coffeewar, kata lungun menari-nari di kepala saya. Di tengah keremangan pagi, saya dihantui pertanyaan-pertanyaan seputar kerinduan teman baik saya itu.

“Kenapa dia begitu rindu dengan masa lalu kami?
“Apa yang bisa dirindukan dari masa lalu itu?

Apakah dia rindu masa berdendang bersama semua lagu dalam album-album yang pernah dikeluarkan oleh GNR?
Apakah dia rindu pagi-pagi buta membuat kerangka pemikiran ilmuwan-ilmuwan dunia?
Apakah dia rindu berdiskusi mengenai pertukaran keju dan roti yang dilakukan oleh dua negara besar?
Apakah dia rindu berteriak-teriak mengenai keadilan dan bagaimana masyarakat sempurna seharusnya tercipta?
Apakah dia rindu cerita-cerita bodoh mengenai cinta tak terbalas dan perempuan belahan dada indah?
Atau apakah dia rindu akan omongan bullshit mengenai impian kita menaklukkan dunia?

Apakah semua itu masih layak dirindukan?
Apakah semua itu sudah begitu jauh dari kehidupan dia sampai dia merasakan rindu yang teramat berat?

Pertanyaan demi pertanyaan membombardir kepala saya dalam perjalanan pulang.
Saya tak tahu jawabannya, karena saya tak merasakan kerinduan yang sama...

“Mungkin dia rindu masa bersama kalian dulu, det” demikian isi suara di kepala saya mencoba mendamaikan hati.

Sayang saya ndablek. Saya tak mau mendengarnya. Saya masih berkutat dengan pertanyaan-pertanyaan awal.

Kenapa dia rindu pada masa lalu kami? Bukankah kami—well, atau paling tidak saya---masih  seperti yang dahulu? Tak banyak yang berubah.

Masih bodoh
Masih lugu
Masih selalu salah
Masih selalu marah

Apa yang membuatmu rindu, teman?
Saya ingin sekali menanyakan...
tapi sayang saya tak merindukan jawabannya.. karena saya yakin pada akhirnya nanti, kami berdua akan berbeda pendapat, mengenai konsep saya mengenai realita yang selalu dia sebut sebagai sebuah romantisme belaka. 

Wednesday, February 17, 2010

sore hari ini

ada mendung menggelayut
ada sambungan internet yang lelet
ada printer yang nekad ngadat
ada lagu yang tiba-tiba hadirkan rindu

lalu
ada aku
di depan komputerku
berusaha mengejar deadlineku
dan memendam segala harap
tentang esok, lusa dan tiga bulan lagi...

:)
 

Wednesday, February 10, 2010

questions that are best left unanswered...

pernah dengerin orang curhat?
pasti semua orang pernah barang sekaliiii aja denger temennya curhat ..
kalo saya disuruh jawab pertanyaan di atas, maka jawaban saya adalah SERING ya, bowwww...

kenapa?
entahlah.. banyak banget orang yang doyan curhat sama saya ...
apakah saya penasehat yang baik?
hahaha.. tentu tidak.. tanyakan saja sama 2 sahabat.saya.

yang satu pernah nendang saya dari  kenyamanan tidur di kasur hotel karena saat dia curhat saya tertawa mati-matian .. karena sumpah lucu pisan curhat itu, ting!

yang lain pernah bete karena saya terguling guling-guling di lantai mushola setelah mendengar curhat dia yang beruraian air mata...

AMPUN!!!!

jadi beneran saya tak mengerti kenapa orang masih nekad curhat sama saya sampai sekarang ... :p

well, entri ini tak akan ngebahas curhat aneh yang pernah saya dengar  (hehehe) tapi mau ngebahas mengenai BAGAIMANA SESEORANG NGEBUKA CURHAT!

tahu kan maksud saya?

secara umum, orang membuka sebuah curhat dengan kata "eh aku mau curhat" .. dan biasanya orang --tempat kalimat ini ditujukan-- akan mendengarkan dengan seksama...

nah, tapi ada beberapa kasus di mana orang melakukan curhat colongan, tanpa pernyataan, tanpa kulonuwum, sekonyong-konyong orang itu curhat aja gitooohh... hehehehe..

caranya ada yang manis, dengan meleburkan curhat dengan pembicaraan yang berlangsung ... ada yang barbar, yang tiba-tiba bikin statement curhat yang memotong pembicaraan yang sedang berlangsung...

tapi ada juga manusia-manusia yang punya trik lain... manusia-manusia ini--bagi saya pribadi-- patut diwaspadai!!!! WASPADALAH!!!

manusia-manusia yang membuka curhat dengan sebuah pertanyaan...

"eh, det... lo pernah kenal sama si X ndak?"
kalau jawaban saya adalah IYA... kuping saya tiba-tiba akan diberondong curhat-curhatan dengan topik Mr X ...
apa yang terjadi bila saya jawab dengan TIDAK... wahaha hasilnya sami mawon... "jadi si X itu adalah......................" hehehehe

"det, lo pernah ke ......?"
"waktu di Bandung, lo tahu si Q, ngak?"
"si L itu orangnya gimana sih, det. Lo kan temennya..."

di atas adalah beberapa opening question untuk sebuah curhat yang pernah saya alami...lucunya awal-awal saya mengalami curhat gaya ini, saya pertama sok kege-eran orang itu peduli mengenai saya... hehehehe... tapi waktu bikin saya sadar, bahwa itu semua hanyalah opening, dan pemeran utama dalam pembicaraan itu, bukan saya tapi si  pemberi curhat itu... :)

well, setelah sekian lama berkecimpung dengan model curhat demikian, saya--seperti biasa-- tidak juga jadi seorang pakar yang bisa menimbang dan mengukur dengan baik. Masih ada juga kejadian-kejadian aneh yang menimpa saya (kapan sih idup gue sederhana aja?argghhhh....)... Berikut kejadiannya, saya buka agar Anda semua bisa berhati-hati hehehehe...

manusia curhat : "Det, menurut lo siapa yang kalo malam ini ngajak lo ML, bakal lo iya-in?"
saya yang sudah setengah ngantuk : "si X,"
manusia curhat : "Wah, ngak nyangka lo beneran suka sama orang itu."
saya yang sudah bersiap ndengerin curhat : "haha... kadang gue bisa liat my unborn children in his eyes..." (yah udah sekalian ketauan, jadi saya teruskan saja ceritanya)
manusia curhat : "wehehehe...seru juga tuh...jadi lo serius ya sama dia. So he's off limit for me yah... "
saya melongo, 'kok gue jadi curhat sendiri gini yah,.. padahal kan itu rahasia besar gue... wadooooh....' tapi saya tetap sabar menunggu arah curhatnya si manusia curhat .

Beberapa menit kemudian saya masih menunggu dengan sabar, tapi si manusia curhat masih terdiam...
crap.. berarti dia minta ditanya nih...

saya
: "kalo 'lo siapa?"
manusia curhat : "ngak ada...."
saya : (melongo)..... maksudnya?
manusia curhat: iya, ngak ada...
saya: trus kenapa lo nanya-nanya?
manusia curhat: yah, gue pengen tahu aja soal lo....
saya: what?what?what? (blingsatan mode on) jadi lo ndak mau curhat?
manusia curhat: ngak... emang kenapa sih?
saya: crap! tadi itu rahasia banget, jelek!!!!! gue pikir lo mau curhat soal siapa gitu, jadi gue beri rahasia gue, biar kita seimbang....
manusia curhat: wahahaa! sumpeh gue ngak mau curhat, gue cuma mau tanya hypotetical question itu ke lo, ternyata lo jawabnya jujur, dan gue ngak nyangka,,,,

CRAP!
jangankan dia, saya saja tak menyangka bahwa pertanyaan bodoh itu saya jawab dengan jujur.

CRAP!
sebel sekali!
anjrit, ini namanya curhat colongan.. curhat saya yang dicolong sama temen saya di saat saya ndak pengen curhat.

CRAP!
i have to live with the fact that si manusia curhat tahu one of my deepest darkest secret...

CRAP!
i have to live with the fact bahwa nama si manusia X akan terus didengung-dengungkan oleh manusia curhat di kuping gue

CRAP!
i blame it on my lack of sleep
i blame it on Lighthouse Family CD
aih... semua itu sudah membangun suasana curhat yang indah... dan saya terjebak!

waspadalah dengan manusia-manusia curhat seperti ini, saat Anda lengah, tanpa Anda sadari, Anda akan curhat seenak udel.. padahal awalnya dia yang berniat curhat pada Anda...

so keep your ears open for questions that are best left unanswered...
becoz, its a hell of a road ahead when you took the wrong step and answered them !

hehehehe
BEWARE!

:)

 


Friday, February 05, 2010

Pujian, sindiran atau tamparan?

Hei....
ini masih saya lagi
dengan segala kebimbangan-kebimbangan saya  
semoga tidak bosan
karena belakangan ini, saat mau menulis di diary bersampul kulit warna merah tua itu, kepala saya lebih memilih untuk tidur dibanding berpikir....
jadi walhasil segala unek-unek di kepala hanya bisa saya tumpahkan di sini saja...
hahaha...
semoga tidak ada yang berpikir bahwa hidup saya hanya berisi emosi gila begini...
Hal ini saya lakukan agar ada ruang di hati dan kepala untuk berbahagia... cukup sederhana bukan?

Saat 'harusnya' sibuk mentranskrip sebuah wawancara di siang nan panas... tiba-tiba kepala saya terusik dengan kejadian yang baru saja terjadi beberapa jam yang lalu...

“Lo bisa mengevaluasi segitu detail karena lo tahu bagaimana sebaiknya sebuah tulisan itu diterjemahkan. Lo merasa lebih mampu untuk nerjemahin itu dibanding yang nerjemahain.”

ANJRIT!
Kalimat yang meluncur santai dari mulut teman baik saya sewaktu makan siang itu menyinggung perasaan saya. Aih, sumpe mempes, tak pernah terlintas di kepala saya bahwa saya lebih mampu dibanding si penerjemah itu. Sumpe mempes... Saya cuma membaca dan merasa ada yang kurang sreg saja...

Kenapa saya begitu perasa soal hal ini. Karena pada rapat yang terjadi sejam sebelum percakapan ini, bos saya mengeluarkan pernyataan, “Agak unik cara 'lo memandang sebuah tulisan terjemahan ya... sensitivitas lo tinggi terhadap tulisan-tulisan ini. Mungkin karena lo merasa bahwa lo bisa menerjemahkannya lebih baik dari penerjemahnya ya...”

GUBRAK!!!
tadinya ucapan bos tidak saya masukkan dalam hati –karena let's face it he's my bos.. nothing he says matters to me--- tapi ketika teman baik saya di kantor mengucapkan hal yang sama.... saya merasa terganggu... terganggu berat!!!

Aih...

setelah dipikir dengan mendalam... saya menemukan bahwa ternyata ini kerap terjadi dengan saya... Evaluasi, Analisa, Pendapat saya mengenai sesuatu selalu diasosiasikan dengan kepercayaan bahwa saya melakukan pekerjaan itu lebih baik dari orang yang meminta evaluasi, analisa, dan pendapat saya. PADAHAL ITU TIDAK BENAR!!!

Berbagai kisah bodoh mengenai hal ini dengan bisa mudah saya ceritakan kembali (kenapa sih kisah bodoh kerap hinggap dalam hidup saya?) well, semua merujuk pada satu hal : banyak orang yang menganggap saya sombong....

Padahal pada kenyataannya sumpeh saya tidak punya rasa itu di kepala saya.... hanya kadang-kadang saya terlalu bodoh untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan * yang menurut pendapat sahabat saya, best left unanswered * Pertanyaan-pertanyaan seperti, menurut lo gue bagus ngak pake baju ini? Apakah tulisan gue sudah cukup baik? Apakah menurut mu tinggu gue sudah cukup? Keren ya lagu ini? Filmnya bagaimana?

Arghhhh....................
apakah semua orang harus tahu berapa kali saya mengganti opening di setiap tulisan saya. Betapa kali saya harus menggoogle sesuatu demi mengerti arti sebenarnya dan cara penulisannya... betapa saya hanya bisa menunduk malu saat bertemu dengan sutradara karena sampai detik ini saya belum bisa membuat film?

Aih,,,,,
let's not talk about pompousness, coz everyday i have to scrape the self-esteem i have left in my self just to get through the day...
 
hahaha... well, segitu dulu curhat parah saya hari ini... :) jangan sedih,.. ini cuma unek2 kok... :)

 

Tuesday, February 02, 2010

Saat saya berubah wujud jadi seonggok sayuran di pojok dapur

Salah satu hal yang menakutkan, bagi saya, adalah saat bertemu dengan orang-orang yang percaya bahwa saya bisa melakukan apa saja. Rasa percaya yang berlebih itu menjadi beban yang berat di pundak saya sampai-sampai saya berpikir saya tak bisa berjalan karena bebannya itu.   

Lalu waktu memberi saya pengalaman lain. Saya ditemukan dengan sekelompok orang yang tak percaya akan kemampuan saya. Mereka merasa saya tak mampu, tak bisa dan tak mungkin berhasil dalam semua hal. Anehnya, bertemu dengan kedua jenis orang ini ternyata memiliki pengaruh yang sama pada kejiwaan saya.

Pada dasarnya saya memang bukan orang yang dipenuhi rasa percaya diri. Saya selalu merasa apa yang saya lakukan itu biasa saja, dan faktor kemujuran juga modal pertemanan membuat saya berhasil. Keyakinan ini yang membuat saya merasa harus mempersiapkan diri secara berlebih sebelum melakukan semua hal, agar tak mengecewakan hasilnya (baik bagi saya maupun orang yang mempercayai saya untuk melakukan pekerjaan itu.)

Jadi saat bertemu dengan orang-orang yang percaya bahwa saya bisa memetik bulan dari langit, saya merasa jadi pembohong kelas kakap karena merasa bahwa apa yang saya kerjakan itu bukan hasil kepandaian saya yang berlebihan tapi yah, memang seharusnya memang itu adalah hasil persiapan yang panjang dan mendalam. Dan saat bertemu dengan orang-orang yang merasa saya adalah seonggok sayur di pojokan ruangan, saya merasa bahwa kepercayaan saya mengenai ketidakmampuan saya seakan digaris bawahi dengan tinta merah dan diberi stabilo tebal-tebal.  

Kalimat “Saya yakin kamu bisa, det!” ternyata sama pengaruhnya dengan, “Saya tak yakin Anda tak bisa mengerjakan hal ini...”

Halah, kenapa yah? Sebuah jawaban yang saya yakin tak akan saya dapatkan. Entahlah?

:)