Sunday, January 29, 2012

Pagi Dini Hari #1

Pagi dini hari, 
dia menemukan lelaki itu berbaring di sebelahnya sambil menatap langit-langit kamar mereka. 
masih dengan baju kerja yang telah pria itu pakai seharian --lengkap dengan kaos kaki hitam tebal kesukaannya, lelaki itu berbaring lurus-lurus di atas selimut berbantalkan tangan kanan yang terlipat di belakang kepalanya. 

Pagi dini hari, 
tanpa ingin memecah kesunyian yang nyaman dan ketenangan yang menghanyutkan 
dia hanya memandangi profil wajah lelaki yang sedang larut dalam lamunannya itu. 
garis-garis wajah lelaki yang sudah terpatri di ingatannya itu tak pernah membuatnya bosan. 
mungkin dulu mereka berdua dibuat bersamaan oleh empunya dunia dan disandingkan di lemari pengering berduaan, sehingga sampai saat ini, dia selalu merasa sudah layak dan sepantasnya tempatnya di sebelah kanan lelaki itu. 

Pagi dini hari, 
"Aku berbuat salah," ujar lelaki itu tiba-tiba tanpa menoleh ke arahnya. 
Terhenyak, kaget ternyata lelaki itu mengetahui bahwa dia sedang menatap wajahnya lekat-lekat. 
"Itu alasannya mengapa aku tak bisa tidur," ujarnya lagi dengan perlahan. 
dia mengeluarkan tangannya dari hangatnya selimut, dan membentangkan tangan di atas dada lelaki itu. 
"Aku berbuat salah," ujar lelaki itu sekali lagi, "tidakkah kamu ingin tahu apa kesalahanku?" 

Pagi dini hari, 
dia tersenyum. menutup mata sambil kepalanya mencari posisi nyaman di ceruk leher lelaki itu. 
"Smart people don't make mistake, they just miscalculate," ujarnya dengan suara rendah. 

Pagi dini hari, 
lelaki itu memejamkan mata. 
Ada beban berat yang baru saja terangkat dari dadanya. 
Ah, masalah hidup ternyata mudah sekali diselesaikan di tempat tidur hangat pada sebuah pagi dini hari.

-d-

 

Friday, January 27, 2012

6.30 : pengalaman menonton di antara para cendekia

Saat saya merasa bahwa saya telah cukup lama hidup di dunia sehingga tak ada lagi yang bisa membuat saya tercengang. Dunia (lagi-lagi) membuat saya menelan kembali kesombongan saya (pheww). 

"Selalu ada pengalaman pertama!" menjadi tema dalam pengalaman nonton saya kali ini. Pengalaman menonton bersisian dengan para cendekia film :) terasa begitu menyegarkan. Terlebih bilamana yang ditonton adalah sebuah film yang (kemungkinan besar) tidak akan pernah masuk dalam pilihan film yang saya rela tonton sendirian. 

:) 
menarik prolog-nya? 
well, mungkin lebih menarik lagi bila Anda ada di sebelah saya waktu hal tersebut terjadi. 

:) 
baiknya cerita ini diawali dengan si film yang membuat saya menjulingkan mata untuk mencari keseruan sendiri saat menonton. 

6.30 (2006) Rinaldi Puspoyo

Saat masuk dalam ruang pemutaran di sebuah sekolah di bilangan Senayan :) saya dibekali booklet kecil dengan rupa menawan berjudul "33 Film Indonesia Terpenting 2000-2009 pilihan Rumahfilm.org."  Dalam booklet tersebut, film yang akan kami tonton berada di urutan nomor 25 dalam daftar berisi 33 film. 

Not bad posisinya, pikir saya yang pernah (jaman masih hidup di neraka) disuguhi trailer film ini. Saat itu saya merasa bahwa gambar yang ditawarkan (dalam trailer) terlihat cantik dan rangkuman cerita film yang dituturkan pada saya terdengar amat menarik. 

Selain itu, "komentar" dalam booklet menambah rasa semangat saya menonton: 

"Suatu kali saya ikutan setuju, bahwa ini film konyol yang dibuat oleh anak-anak Indonesia kelebihan duit tapi tak cukup banyak untuk sekedar menyewa beberapa lokasi di SF. Atau pemain lokal. Suatu kali, setelah 5 tahun hidup di perantauan, tiba-tiba saya sadar, film ini jauh dari konyol" (AKU) dalam '33 Film Indonesia Terpenting.'  

Gubrak!!! saat membaca, saya merasa dapat dorongan itu menonton film tersebut dengan serius. Dan ternyata... 

Ya, ampyun... janganlah seekor katak ingin menjadi lembu :) xixixi 
saya hanyalah saya, bukan cendekia film yang mampu melihat sinar terang di ujung terowongan gelap. Mencari (dan mendapatkan) penerawangan jauh dari yang ada di depan mata memang bukan "my cup of tea." 

Bagi saya, 6.30 adalah sebuah film isinya gerabak gerubuk, umplek-umplekan, jejumpalitan seenak udel... Semua ingin diceritakan tanpa dikemas dengan apik dan rapi.  Jadi panik sendiri menontonnya. Seakan semua cerita itu ditumplekkan di depan mata saya tapi dengan tempo yang amat lambat. Gerah dan ingin semua cepat selesai adalah rasa yang tak nyaman saat Anda menonton film, dan film ini berhasil membuat saya resah di tempat duduk saya. :( 

Masalah terbesar bagi saya terletak pada dialog dalam film ... Arghh... entah mengapa saya -amat sangat- tidak merasa nyaman dengan dialog yang ada (terlebih yang diucapkan oleh aktor perempuan dengan nada tinggi dan menggantung di ujung kalimat duh! kuping ini rasanya guateeelll 'le pol!) :( huhuhu.... 

Tapi karena saya percaya bahwa semua hal itu tak ada yang sepenuhnya buruk, maka saya mencoba menguraikan isi film itu dan menunjuk apa yang menurut saya enak bagi saya. 

Cerita utama mengenai kematian ibu saat anak di perantauan itu menurut saya amat keren! 

*jadi teringat pengalaman bapak saya yang baru tiba satu bulan di Amerika langsung ditinggal meninggal oleh kakek saya, sehingga tak bisa pulang untuk menguburkannya*

Ide kematian ini di  6.30 keren pisan --terlebih adegan Alit melempar bunga ke laut dan bilang "Salam buat Bapak, ya, Bu!" huhuhu mau nangis jaya! acungan jempol buat skrip bagian ini (saja) buat Adilla Dimitri (yg pada adegan ini jg keren actingnya) dan Rinaldy Puspoyo. 

Tapi filmnya... :(

Masalahnya (mungkin) terletak pada pembagian antara cerita utama dan cerita-cerita kecil yang menjadi "pendukung" yang tak adil. Film ini (menurut saya) terlalu larut dalam cerita cinta (yang bagi saya membingungkan dan carut marut) padahal (menurut saya lagi) NDAK PENTING!!!! :) ndak ada urgensi dalam cerita cinta di film itu. Ah, entahlah... saya tak mengerti cinta sepertinya.  
 
well, maybe that's just me :) 

walau tak bisa menyatakan ini adalah salah satu film terkeren yang pernah saya tonton, namun saya juga tak bisa bilang bahwa ide ceritanya jelek.. Hanya saja (seperti biasa) bagi penonton ceria seperti saya, film ini tak membuat saya bahagia, lega, dan puas :) padahal rasa itu yang saya cari saat menyaksikan gambar bergerak di layar lebar dan ruang gelap. 

"6.30 menggambarkan bahwa Indonesia tidak hanya sekedar identitas di atas kertas, tapi Indonesia juga adalah jangkar eksistensi" (AKU) dalam 33FilmIndonesiaTerpenting.  Itu adalah komentar penutup (AKU) untuk 6.30. 

Saya terpana. Canggih! 
Saya suka analisanya. Sayang, saya tak begitu suka filmnya. 
Memang amat seru mendengarkan pembahasan film dari manusia-manusia cendekia ini. Selalu ada sesuatu yang baru. menarik. menjadi terobosan baru. yang membuat sel-sel kelabu saya diberi workout yang seru. 

:) 

Ah, senang sekali!!! 
terlebih dilanjutkan dengan acara pembahasan daftar 33 Film Indonesia Terpenting 2000-2009 :) wihiyyyy keseruan pun berlanjut. ide-ide dan pemikiran bertebaran di ruang dipenuhi orang :) ah sudah lama tak merasakan ini. Ah, jadi ingin sekolah lagi :) 

-d-

Wednesday, January 25, 2012

A BIT OF ME

there’s a bit of me 

in your smile 

a bit of me in your laughter 

a bit of me in your story 

now i wonder, whether it’s only a bit of me

or all of me is a part of you?


*

Tuesday, January 03, 2012

TIAP 3 MENIT JATUH CINTA

sepertinya tiap tiga menit saya jatuh cinta 
tak perlu tahu rupa 
atau bahkan tahu nama 
hanya dengan sebuah kegiatan sederhana 
bernama permainan kata 
sudah hampir dipastikan saya jatuh cinta 
ah, jadi harus berpikir ulang: 
apakah saya jatuh cinta pada dirimu 
atau kumpulan katamu yang tersusun magis melalui jemarimu 

#ah kode :) xixixi