Wednesday, August 26, 2009

ingin bermimpi sejenak

ingin bermimpi sejenak
membayangkan sebuah hidup
yang jauh dari kenyataan gue

ingin bermimpi sejenak
membayangkan sebuah pekerjan
yang jauh dari kenyataan gue

ingin bermimpi sejenak
membayangkan sebuah bahagia
yang jauh dari kenyataan gue

sejenak aja
ngak usah lama-lama
karena pada akhirnya 
gue juga sadar
hidup ini
pekerjaan ini
dan bahagia ini
udah cukup kok bagi seorang gue
cukup banget, kok!

:)

Tuesday, August 25, 2009

Marah ndak Marah.. itu pilihan...

Cerita Pertama dari Mbak A

Suatu hari gue ngantri di counter KFC. Antrian sore itu agak sedikit belak-belok kacau gitu, dan pas tiba giliran gue, ada orang yang tiba-tiba melipir di sebelah gue. Mas-mas yang jaga counter --entah kenapa-- langsung melayani si orang yang tiba-tiba melipir di sebelah gue itu. Damn! kesel banget gue. Yah, secara naluriah gue bilang, "Eh mas, gue yang udah antri duluan!" .. mas-masnya minta maaf dan bilang, "sorry, tadi mbak ngak kelihatan." Entah kenapa gue ndak bisa nahan diri untuk tidak berkomentar "IH EMANGNYA GUE SETAN NGAK KELIHATAN

Setelah beberapa saat lewat, gue baru mikir kenapa yah gue marah?! 

Cerita Kedua dari Mas D

Tadi pagi gue mau marah banget sama petugas loket transjakarta. Masa dia ngak punya kembalian buat uang gue?! 

setelah beberapa saat lewat, gue baru mikir, kenapa gue marah ya sama dia? Kan bukan salah dia kalo hari itu dia ndak ada uang kembalian?!


Dua cerita. Satu kesimpulan. Kadang yang milih kita mau marah atau enggak itu yah kita sendiri. Bukan orang lain. 

Tiba-tiba gue mau minta maaf sama semua orang yang pernah denger omelan. Mulai dari mbak BNI di Dipati Ukur yang dengan kejamnya gue siksa sama kata-kata sampai dia harus menangis di pantri, sampai teman SMA yang bikin gue merasa harus menggeret kursi agar bisa menampar mukanya yang menjulang tinggi sekitar 20 cm di atas kepala gue. 

Duh deretan orang yang pernah tahu betapa kekanak-kanakannya gue makin panjang... Dosen itu, Lelaki itu, Perempuan itu, Tante itu, Om itu.... 

wah..... walau gue tidak merasa bahwa apa yang gue omongkan itu salah. Tapi seharusnya gue tidak ucapkan semua itu kepada Anda. Harusnya gue bisa tahan diri, untuk kebaikan gue, dan Anda juga... 

hiks.... 
besok-besok gue janji ndak mau marah-marah lagi :) 

I guess ignorance is bliss! 

merasa harus memaksa dirinya menjadi kreatif dan cerdas! walah... susah ya.. bisa ngak cari peran yang lebih mudah, seperti jadi seksi dan lucu aja, begitu?

Monday, August 17, 2009

sesuatu yang nyangkut di kepala #2

Apa yang bisa kamu katakan pada mantan istrimu saat bertemu dia dan merasakan bahwa kamu ingin berada di sisinya lagi?  

Apa yang bisa kamu katakan pada mantan suamimu saat bertemu dia dan melihat bahwa dia kesulitan untuk hidup sendiri?

Apa yang bisa kamu lakukan?

Rasa yang entah apa namanya ini, memang tak mudah hilang hanya karena sebuah tanda tangan di kertas yang di-sahkan oleh otoritas absurd bernama negara.
Rasa yang entah apa namanya ini akan selalu ada (dan sepertinya itu akan ada terus selamanya)

Apakah proses menjadikannya mantan akan kamu sesali?
Ataukah memang kalian hanya dua makhluk yang hanya mengikuti takdir...

takdir yang membawa kalian bersama
lalu berpisah
dan takdir yang sama membuat kalian bertemu di tempat yang sama  
dan merasa ada rasa di dada yang entah apa namanya.

“I'm sorry I was  a lousy husband,” ujar lelaki yang dulu kamu benci karena tak pernah bersikap sebagai suami
“You look awful,” ujar perempuan yang dulu dengan telaten merawatmu sambil menatapmu dengan penuh kepedihan

kenangan kemudian membanjiri kepala
kenangan bahagia
kenangan duka
bergumul jadi satu
dan menyisakan sebuah pertanyaan mengapa
yang ternyata sulit untuk dicari jawabnya.

sesuatu yang nyangkut di kepala #1

Dia tidur dengan menyungging senyum. Entah apa yang sedang menari-nari di kepalanya sampai bisa senyum itu mampir di wajahnya. Gue cuma bisa terpana. Kagum sejenak. Dan tanpa terasa gue sedang menatap lekat wajah pria yang hidupnya tidak bisa dibilang sederhana. Dia kemudian bergerak. Perlahan menggeser tubuhnya ke arah yang berlawanan. Entah untuk apa. Mungkin untuk mencari posisi tidur yang lebih enak. Dan gue masih berdiri dan terpana menatap senyum yang sudah dia alihkan ke arah yang tak kelihatan. Ingin gue tunggu sampai dia terjaga dan menanyakan cerita apa yang ada di ujung kepalanya sampai senyum itu mampir di wajahnya. Tapi matahari sudah meninggi dan ada pekerjaan lain yang harus dilakukan. Namun pertanyaan itu akan terus tersimpan di  kepala gue, dan akan gue tanyakan kalau esok gue bisa bertemu dengannya lagi. Semoga saja pertanyaan itu ndak dirasa keterlaluan.

foto diunduh dari : www.smh.com.au/am/2008/07/29/