Tuesday, August 25, 2009

Marah ndak Marah.. itu pilihan...

Cerita Pertama dari Mbak A

Suatu hari gue ngantri di counter KFC. Antrian sore itu agak sedikit belak-belok kacau gitu, dan pas tiba giliran gue, ada orang yang tiba-tiba melipir di sebelah gue. Mas-mas yang jaga counter --entah kenapa-- langsung melayani si orang yang tiba-tiba melipir di sebelah gue itu. Damn! kesel banget gue. Yah, secara naluriah gue bilang, "Eh mas, gue yang udah antri duluan!" .. mas-masnya minta maaf dan bilang, "sorry, tadi mbak ngak kelihatan." Entah kenapa gue ndak bisa nahan diri untuk tidak berkomentar "IH EMANGNYA GUE SETAN NGAK KELIHATAN

Setelah beberapa saat lewat, gue baru mikir kenapa yah gue marah?! 

Cerita Kedua dari Mas D

Tadi pagi gue mau marah banget sama petugas loket transjakarta. Masa dia ngak punya kembalian buat uang gue?! 

setelah beberapa saat lewat, gue baru mikir, kenapa gue marah ya sama dia? Kan bukan salah dia kalo hari itu dia ndak ada uang kembalian?!


Dua cerita. Satu kesimpulan. Kadang yang milih kita mau marah atau enggak itu yah kita sendiri. Bukan orang lain. 

Tiba-tiba gue mau minta maaf sama semua orang yang pernah denger omelan. Mulai dari mbak BNI di Dipati Ukur yang dengan kejamnya gue siksa sama kata-kata sampai dia harus menangis di pantri, sampai teman SMA yang bikin gue merasa harus menggeret kursi agar bisa menampar mukanya yang menjulang tinggi sekitar 20 cm di atas kepala gue. 

Duh deretan orang yang pernah tahu betapa kekanak-kanakannya gue makin panjang... Dosen itu, Lelaki itu, Perempuan itu, Tante itu, Om itu.... 

wah..... walau gue tidak merasa bahwa apa yang gue omongkan itu salah. Tapi seharusnya gue tidak ucapkan semua itu kepada Anda. Harusnya gue bisa tahan diri, untuk kebaikan gue, dan Anda juga... 

hiks.... 
besok-besok gue janji ndak mau marah-marah lagi :) 

I guess ignorance is bliss! 

2 comments:

'M ' said...

Lebih baik bisa marah daripada tidak bisa.
Petugas loket busway di Jakarta suka norak kadang. Gue pernah ditolak masuk ke shelter Tosari karena si mbaknya yang cantik jelita nggak punya recehan 500 rupiah buat kembalian. Itu sudah jam 9 malem, gue udah capek, dan lu tau kan jalan ke shelter busway itu nggak deket. Solusi dari mbaknya adalah bernada tinggi mengatakan, "Ya nggak bisa mbak, memangnya situ mau nggak dikasih kembalian?!"
ANJROT, I didn't need that. Akhirnya gue langsung balik badan dan cabut sambil dalam hati mendoakan mbak-mbak itu suatu hari kebelet mencret dan ditolak masuk WC umum karena penjaganya gak punya uang gopek buat kembalian.
Dan gue paling sebel sama orang yang nyerobot antrian, apalagi antrian makanan! (antrian apa aja sih sebetulnya, termasuk di shelter busway tuh, ngehe abis). Mereka itu gak pernah nonton berita dan film apa ya. Ngawur dalam antrian menyebabkan kematian di terowongan Mina. Dan kalau di film-film yang panik di antrian biasanya matinya paling mengenaskan. Paling sebel kalo yang nyerobot itu terus ngerasa sok oke... ples buang sampahnya sembarangan. Di saat seperti itu gue berharap bisa mendadak berteriak sekencangnya biar semua orang juga dengar... tapi biasanya... gue cuma bisa diem. Which is not good. People should know that these things, albeit small and may seem insignificant, is completely intolerable.

detta aryani said...

hehehe... gue memang bilang marah itu pilihan, tapi gue ngak bilang bahwa pilihan itu mudah. hehehe