Monday, January 03, 2011

Substitute

Substitute

Sewaktu masih mengajar di sebuah lembaga bahasa, saya dan seorang teman membuat sebuah perjanjian. Sebuah perjanjian yang sederhana untuk tidak pernah menjadi substitute teacher di kelas masing-masing. Mengapa? Alasan kami berdua sebenarnya amat sangat sederhana: kami berdua tak ingin dibandingkan. J

Saya dan teman saya (sebut saja D) memiliki gaya mengajar yang amat berbeda. Mengapa kami tahu bahwa cara mengajar kami berbeda? Well, karena D ingin bisa mengajar saya, dan saya ingin sekali bisa terkesan serius saat di kelas seperti D. J Hehehe… Walau saling mengagumi, kami berdua sadar bahwa kami tak bisa saling mencontek gaya mengajar masing-masing, Jadi kami berdua menerima nasib saja bahwa kami memang “great in our own special way” hehehe…

Penjelasan panjang di atas adalah sebab utama kami tak mau saling menggantikan. “Gue ngak mau setelah digantiin lo, anak-anak murid gue tiba-tiba menyeletuk ‘Miss, kok ngak seperti Miss kemarin ngajarnya pake keketawaan gitu,’” jelas D pada saya. Penjelasan itu saya timpali dengan berujar, “Gue juga ngak mau dibilang, ‘Miss, kok ketawa ketiwi melulu sih di kelas, ngak belajar serius kaya Miss kemarin?’

Sebagai dua manusia yang merasa bahwa mengajar adalah sebuah kegiatan memberikan makanan bagi ego diri, maka kami berdua sepakat untuk tak pernah ingin dibandingkan di depan kelas kami masing-masing, agar terhindar dari perasaan tak nyaman itu.

Namun seperti kata orang bijak: Manusia boleh berencana, namun ada kekuasaan lain di dunia yang menentukan jalan hidup ini. Akhirnya saya pada satu titik dalam hidup ini mengalami apa yang disebut sebagai SANG PENGGANTI.

Crap! Rasanya tak enak sekali!!!

Menggantikan itu membuat Anda kehilangan jati diri Anda. Apalagi yang Anda gantikan memiliki posisi yang penting dalam hati seseorang. Aih, mati gedubrak mampus deh… pas tahu bahwa Anda hanyalah sekedar pengganti, dan sadar bahwa pada akhirnya posisi itu akan dikembalikan kepada empunya yang asli…

Huahuahuahua… garuk-garuk aspal.

Okeh!

The moral of this story… jangan terlalu berharap hal buruk tidak terjadi pada Anda. J terima semua dengan lapang dada hehehe… And try to be a good sport about it!

Yah, I’ve learn my lesson. Sakit memang … tapi saya masih belum mati, jadi I guess it will only make me stronger

Dan untuk manusia yang membuat saya jadi substitute.. makasih untuk pelajarannya yah… J

2 comments:

ric ky said...

ga deskriptif nih ... lebih serius ceritanya ga pake smiley bisa?

detta aryani said...

ngak bisa... masih terlalu sedih... :) pake smiley untuk menyeimbangkan rasa hahahahah *sorry, will do better on next entry*