Friday, November 05, 2010

November #3 - Sabtu Pagi

Sabtu. 
Pukul 9 pagi.
Sarapan. 
Aku dan dia 
seperti biasa 

Aku mengunyah roti kismis 
dan dia meneguk kopi hitam tanpa gula.

"Are you on facebook?" tanyaku membuka percakapan kami.  
"Nope," jawabnya ringan tanpa melepaskan pandangan dari koran pagi bagian hiburan. 

"Why?" tatapku denga curiga. 

"Why are you asking this, dear?" balasnya.  

Kali ini sambil menurunkan korannya, dia menatapku sesaat. 
Sambil menunggu jawabanku, dia mengulurkan tangannya ke meja dan meraih cangkir kopinya. Lalu meminum kopi buatanku itu. 

Tak ada jawaban dariku. 
Sepertinya aku juga tak tahu mengapa aku melontarkan pertanyaan itu. 

Setelah menunggu beberapa saat, dia kembali membenamkan hidungnya ke koran itu lagi. 

Huh, sepertinya aku sudah terlalu lama tinggal di negara ini. Bahasa Indonesia tak mengenal frase "membenamkan hidung di koran." Ah, sebuah terjemahan harafiah yang memalukan!

Untuk beberapa saat aku mengembara sendiri dengan pikiranku mengenai frase Indonesia yang bisa menjelaskan "buried my nose in the paper" dengan lebih baik. Aku lupa bahwa aku sedang terlibat dalam sebuah percakapan di meja makan bersama orang yang kusayang. Namun sepertinya dia juga sudah lupa. Karena --kelihatannya-- berita di koran itu lebih butuh perhatian daripada pertanyaan "kenapa" dariku. 

"Why are you not on facebook?" 
aku kembali ke realita untuk menuntaskan pertanyaanku. 

"eerrrr....." 
Dia menurunkan korannya. 
Dia sepertinya sadar bahwa aku benar-benar ingin bertanya. 

"Does this have anything to do with the piece that you've been working on lately?" tanyanya sambil menghela napas. 

Aku tertawa. 
Kenapa dia selalu menyangka semua pertanyaanku selalu berhubungan dengan pekerjaanku. 

Aku jadi teringat sebuah pembicaraan ringan dengan seorang konsultan seks mengenai bagaimana suaminya selalu mengeluh setiap kali si konsultan itu baru mengikuti sebuah seminar (seks, tentunya) "Ya, ampun, yang, seminar lagi, berarti akan ada latihan teknik-teknik baru ya??!" 

Wahahaha...
Mungkin memang setiap perempuan begitu, semua pekerjaan mereka dibawa ke rumah dan dibagikan kepada suaminya. 
Ah, entahlah, mungkin aku sok tahu :) 

tapi kali ini, 
pertanyaanku mengenai facebook, tidak ada hubungannya dengan tulisanku. 

"Nope, I just wanted to know, that's all. No biggie" 

Dia sekarang benar-benar penasaran. 
"With you, nothing is no biggie. Spill!" 

"I'm just curious, that's all" 

"I don't have a facebook account, because I don't really think I have that many friends. All my friends are here, within my reach or just a phone call away. Not like you, honey." ujarnya. 

Aku tiba-tiba menjadi sedih. 
Teman-temanku ribuan kilo jauhnya. 
Aku tak bisa mengangkat telepon dan mengajak mereka bertemu untuk ngobrol sambil minum kopi. 

Chatting via internet, adalah opsi terbaik yang bisa terjadi. 

Ah, untung seperti dia, aku juga tak punya begitu banyak teman.

..........

"Would you add me?" tanyamu tiba-tiba. 

Aku terperangah. "Add what?" 

"I mean if I had an account, will you add me?" tanyanya dengan lebih jelas.     

"Of course," jawabku dengan cepat. 

"Why?" 
"Coz, I wanted to know what's going on in your life." 

Dia menatapku dengan aneh. 
"It isn't enough that we live together, sleep together, eat breakfast together?" 

...........

Aku terdiam. 
Iyah yah kenapa aku ingin tahu lebih banyak mengenai dirinya? 
bukankah di penghujung hari kami selalu bertemu dan menceritakan apa yang terjadi di hari kami masing-masing? 

kenapa aku masih perlu tahu lebih dari itu? 

Mmmm... sebuah pemikiran menarik yang perlu aku tuliskan segera. 
Sambil kukunyah roti kismisku, 
aku mengambil pena dan buku ide-ku lalu menulis. 

dari sudut mataku, kulihat dia menyeruput kopi hitamnya dan kembali membaca korannya --kali ini dengan tenang karena tak ada lagi pertanyaan panjang dariku.

Ah, dasar! 
tak apalah, yang penting satu cerita untuk minggu depan, bisa terkirim hari ini ke editorku di Jakarta. 

:) 

*untuk semua pasangan yang berada di sekitar saya, thx for the inspiration :) *  


No comments: