Tuesday, May 11, 2010

I wanna grow old with you!

Scene #1
9.45 pm – rumah saya

“Is it too late to ask you if you want to grow old with me?”

GUBRAK…

langsung kepala saya menengok asal suara itu. Malam-malam, pulang kerja dan baru melangkahkan kaki ke ruang tengah, saya sudah disambut dengan suara perempuan yang dengan sendu mengucapkan kata-kata di atas. Walah…

Ternyata si bapak sedang dengan santai menonton film menye-menye itu di HBO (tadi saya kira ini film-film Hallmark karena tingkat kemenyeannya yang tinggi, ternyata saya salah). Secara ringkas si bapak langsung bercerita mengenai isi film itu setelah melihat saya terpana menatap layar. Menarik juga sih ceritanya. Film yang entah judulnya apa itu, menaruh seorang Kirk Cameron (do you still remember who Kirk Cameron is ?) sebagai seorang suami yang hendak bercerai dengan istrinya. Pasangan yang sudah tak rukun ini, menurut cerita itu, dipaksa untuk menahan diri selama 40 hari untuk tidak bercerai dan berusaha mencari jalan keluar. Hasil akhirnya… ternyata mereka masih mencinta .. dan gong-nya terjadi saat si istri datang ke kantor suaminya dan mengucapkan kata-kata di atas.

Owhhhhhhhh so sweeeeeettttt *menye menye mode on*

Scene #2
Ratusan tahun silam- di sebuah kota ujung dunia

“So let me do the dishes in our kitchen sink
Put you to bed if you've had too much to drink
I could be the man who grows old with you
I wanna grow old with you” --Grow Old With You-Adam Sandler

Lirik maha dahsyat itu mengganggu kepada saya. Film sederhana yang dimainkan dengan sempurna oleh Drew Barrymore menempel di kepala saya. Saat melihat film itu, saya yakin Mbak Drew adalah pewaris tahta Tante Meg Ryan di kerajaan film menye-menye.

Selain mendapat terawangan mengenai Mbak Drew, konsep tumbuh menjadi tua bersama seseorang –yang ditawarkan oleh film ini—menjadi sesuatu yang membuat saya penasaran? (selain penasaran saya juga merasa bahwa konsep ini amat sangat romantis.)

Orang seperti apa yang bisa menjadi tua bersama saya yah? Pemikiran itu sempat terlintas di kepala saya pada masa itu.

Scene #3
Beberapa hari yang lalu—kamar ibu

“Gendari adalah perempuan yang dipersiapkan sebagai istri Pandu, namun oleh Pandu, perempuan cantik ini dipersembahkan pada Destarata, kakaknya, untuk diperistri. Gendari menurut dan menikah dengan Destarata yang buta. Karena suaminya buta, Gendari merasa dia harus ikut mengalami hal yang sama agar lebih bisa memahami suaminya. Maka dari sejak itu, Gendari menutup matanya agar dia sama dengan suaminya : buta.”


Scene #4
10.45 pm –di atas kasur di kamar

Tak bisa tidur memikirkan mengenai konsep grow old.

Kadang memang ada hal-hal yang berhasil menawan kepala saya sehingga tak memperbolehkan tubuh saya beristirahat sebelum menuliskan semua secara tuntas.

Tumbuh dan menjadi tua bersama –menurut saya—menunjukkan adanya proses yang terus menerus, di mana dalam proses itu dua/tiga/lebih dari orang itu mengalami pengalaman yang sama, pemahaman yang sama dan pada akhirnya menemukan sebuah pemikiran yang sama.

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa semakin lama seorang pasangan hidup bersama, semakin mirip wajah mereka berdua. Secara ilmiah ini dibuktikan karena ternyata orang yang sering bersamaan –secara tak sengaja—akan meniru gerakan dari pasangannya. Misalnya lebar senyum sampai cara berdiri. Begitulah bayangan saya mengenai konsep menjadi tua bersama.

FLASHBACK
Dulu, saya pernah menulis mengenai ketakutan saya berpisah dengan seorang sahabat. Pada waktu itu saya yakin bahwa persahabatan kami akan berakhir pada saat kami berpisah. Karena apa? Karena –menurut saya—pengalaman yang akan dialaminya dan pengalaman yang akan dialami oleh saya akan berbeda, yang pada akhirnya membuat kami tak lagi bisa memahami satu sama lain. Pengalaman berbeda akan menciptakan manusia berbeda yang tak lagi bisa disatukan.

RECENT TIME
Ternyata pemikiran saya mengenai hal yang di atas benar. Orang tak bisa menjadi tua bersama bila mereka tak saling berdampingan hidupnya.

PERTANYAAN YANG TERLINTAS SAAT MATA SUDAH MENGANTUK
Jadi apakah seharusnya semua orang menjadi Gendari, yang memaksakan diri untuk merasakan kondisi suaminya agar bisa menjadi tua bersama dalam penuh harmony?

Tiba-tiba teringat ucapan seorang teman

Scene #5
7pm—Cinere di sebuah acara makan-makan

“Huh? Eh, itu masih jadi masalah ya, buat lo? Halah! Udah hajar aja! Ngak perlu yang gitu-gitu dipikirin!” *this quote is taken out of context but it is relevant to this story*

Crap!

Mengapa di tengah hiruk pikuk pikiran ini, masih saja terdengar suara-suara teman-teman sendiri menertawakan yah?

Yah, mungkin memang sudah saatnya untuk tidur!

G’nite, y’all


9 comments:

aku eLmo kamu siapa said...

beliau yang di Growing Pains bukan sih?

detta aryani said...

Betul!

rachma wati said...

Gue pikir ada cowok yang ngomong itu ke lo Ta.. ^.^

detta aryani said...

Maunya sih begitu, wa... Haha curhat! Enak dibaca ngak gaya nulis ky gini. Lg nyoba2 cara nulis baru nih.

tito imanda said...

yang (orangnya) praktis: gak mikirin.
yang romantis: mikirin lah.
yang romantisnya parah sendirian pas ulang tahun aja jadi pikiran.

detta aryani said...

ooo ini toh kenapa dia merasa ulang tahunnya kali ini adalah ulang tahun yang terburuk yang pernah dia alami...baru tahu.... :)

detta aryani said...

gue ndak menolak dikasih label ini yah, tapi kadang2 memikirkan hal2 begini seperti sedang memecahkan misteri... penasaran mengumpulkan tanda-tanda sampai akhirnya tertangkap juga pembunuhnya... hehehehe :)

rachma wati said...

Enak juga kok. Mayan lah, bacaan model baru juga jadinya :D

detta aryani said...

Syip. Gue2 lg mau coba2. :)