Monday, May 03, 2010

Playing Favorites

Dari kecil saya gampang banget cemburu. Cemburunya sih ngak pernah jauh-jauh, cuma sama si gendut--adik saya. Dan rasa itu ndak pernah hilang sampai sekarang. Sepertinya (menurut opini saya pribadi) bapak-ibu (dari dulu sampai sekarang) lebih sayang pada gendut daripada sama saya (hiks)... semua diperbolehkan kalau sudah berurusan sama si gendut... kalo menyangkut saya ... semua ada papan larangan besar-besar dan kalau akhirnya diperbolehkan itu karena saya merayu habis-habisan... :) *ini akibat bila Anda tidak memiliki kemampuan berbohong, maka merayu menjadi senjata utama untuk menghadapi orang tua hohoho!*

Untung (mmm... kalo boleh dibilang demikian yah) keluarga saya memperbolehkan (eh apa terpaksa ya?) kita untuk bebas mengeluarkan pendapat di rumah, jadi sudah bukan barang baru lagi kalau tiba-tiba di rumah terdengar suara saya berkata, ”Telah terjadi ketidakadilan dalam distribusi kasih sayang di rumah ini!!!”

Sayangnya (eh atau untungnya ya?), kebebasan berpendapat itu seperti pisau bermata dua (it can go both ways maksudnya) jadi tiap kali ada omongan saya mengenai ketidakadilan distribusi kasih sayang ini, ibu saya –dengan santainya-- pasti bilang, “iya, memang begitu adanya... Memang ndak boleh ya, ibu lebih sayang ke adik dibanding ke kamu... Memang kamu pikir kamu adalah anak mudah untuk disayang? Di rumah aja jarang! ”

Crap!!! sebel gue dengernya.... harus diakui memang saya jarang sekali berada di rumah, dari masih piyik di Yogya sampai pindah ke Jakarta, kerjaan saya memang ngeluyur kemana-mana. :) mulai naik sepeda ke Kali Code, main layangan di sebelah rel kereta Cakung, sampai kuliah di Bandung dan sekarang hobinya lembur dan pulang pagi hohoho... *kata orang pintar ini ada hubungannnya dengan tahi lalat yang ada di telapak kaki kanan saya hohoho*

Anyway, my mom just hit the right button there ... hohoho... semua orang punya hak untuk memilih siapa yang dia cintai atau tidak... tapi rasanya ndak enak banget kalau sampai tahu bahwa Anda lah orang yang tak terpilih itu... :(

Memang masalah distribusi kasih sayang di rumah masih belum beres tapi sekarang karena saya sudah besar (understatement of d' century) jadi masalah itu tak begitu mengganggu (kecuali di saat saat lagi sakit dan sebel karena cuma di suruh ke dokter tanpa disayang-sayang kaya kalo gendut lagi sakit *huh sebel* )

Kenapa tiba-tiba saya cerita soal ini? Well, karena beberapa waktu yang lalu ada yang curhat sama saya. *HOHO I luv curhat!* dia bilang bahwa di kantornya ada orang-orang yang menerima privilege karena mereka anak kesayangan atasan. “Padahal, menurut gue, kerja mereka ndak bagus-bagus amat, lho,” ungkap teman saya itu.

Bagi orang seperti saya yang menganggap rasa adalah segalanya...pernyataan teman saya ini membuat saya sedih. Waduh, pasti ngak enak banget kerja di tempatnya itu! Melihat di depan mata ada orang yang lebih di'sayang' di kantor itu pasti amat sangat menyakitkan... gokil bisa frustrasi saya kalau kerja di sana.

jadi bagaimana solusinya untuk favoritism (is this a word?) di kantor? Cuekin aja? Keluar atau bagaimana?

Temen saya akhirnya memilih opsi yang kedua. Menurut dia, aksi pilih kasih selain menimbulkan rasa iri jg mengakibatkan tumpukan kerjaan direlokasi ke meja dia... :( dan akhirnya membuat hasil kerjanya semakin tak sempurna...

melihat ini, saya berada dipersimpangan. Maksudnya, di satu sisi saya sangat percaya pada kebebasan orang untuk menyukai atau tidak menyukai seseorang, tapi saya juga percaya pada hak untuk menerima perlakuan sama dan sederajat.

Huh!
Menjadi dewasa itu memang berat rasanya... waktu saya masih kecil dan merasa diperlakukan tidak adil karena ibu pilih kasih... yah, paling-paling ngabur ke lapangan belakang komplek naik pohon baca buku lalu sejam kemudian balik udah lupa sama masalahnya... bisa ngak ya sekarang kita begitu?

Kayanya yang paling bener di sini adalah Peter Pan, deh!
“I'll never grow up, never grow up, never grow up! Not me!" 

No comments: