Wednesday, December 21, 2005

Day One (wednesday Dec 14)

This is the first day of my 5 days marathon on Jakarta International Film FESTival 2005. The first day of watching endless magical movies…

This day starts out with TURLE CAN FLY (4.45 pm - Djakarta Theater 3)
Leave it to Iraqi and Iranian to make a film about war, They would come up with astonishing idea to share to the word what war is really about….

Film Turtle Can Fly ini adalah film pertama yang gue tonton di JIFFEST 2005. Dan hasilnya adalah WOOW!!! Gue tercengang. Sebuah pesan tentang perang dari sisi yang sangat berbeda. Sebuah perang tanpa scene-scene yang berdarah-darah dan teriakan-teriakan horror. Sebuah perang yang mungkin bagi orang
Iran dan Iraq adalah sebuah kejadian sehari-hari bagi mereka. Dan dengan film ini mereka telah membuat gue bisa memandang perang dari jarak yang lebih dekat.

Cerita berawal dari jatuh cintanya seorang remaja laki-laki yang dijuluki Satellite, tukang reparasi antenna di sebuah tempat pengungsian di perbatasan Iran-Iraq, kepada seorang gadis yang selalu terlihat menggendong seorang anak berumur 2 tahun di pundaknya. Tapi sebagaimana perang selalu berhasil mengubah hidup orang, cerita cinta anak remaja ini pun tidak sama dengan cerita cinta lainnya. Dalam film ini perang tidak sekedar dijadikan latar, namun jiwa dari perang itu menjadi plot utama. Satellite yang rela memberikan tali, (yang jarang adanya pada waktu itu) bagi gadis pujaannya, Satellite yang rela mengangkat air dari mata air bagi sang gadis, Satellite yang menyisihkan masker oksigen bagi sang gadis, Satelitte yang ikut menjaga anak sang gadis hasil perkosaan tentara, Satelitte yang rela berbagi wilayah pembersihan ranjau dengan kakak sang gadis. Sebuah cerita cinta yang hanya bisa terjadi pada situasi perang.

Cerita ini berlanjut dengan mendalami pengalaman sang gadis mengenai perang. Kefrustasiannya dalam memelihara anak hasil perkosaan, perseteruannya dengan kakaknya yang sayang dengan anak itu, dan keengganannya pada Satellite yang selalu membantu. Perang memang selalu mengerikan, bila kita memakai kacamata seorang anak untuk melihatnya, perang menjadi sesuatu yang sangat amat menjijikkan. Dari film ini gue bisa liat bagaimana sebuah perang mengubah seorang anak riang dan penuh dengan kehidupan menjadi seorang pemimpin yang harus menjaga puluhan anak buahnya dalam mencari ranjau untuk dijual, gue bisa liat bagaiamana seorang anak remaja yang bijak dan mampu meramal menjadi seorang bapak tanpa tangan bagi seorang anak yang dibenci ibunya sendiri, gue liat seorang gadis muda yang terpaksa menjadi seorang ibu dari seorang anak yang tidak diinginkannya. SIAL EMANG ‘LU PERANG……

Acungan jempol bagi filmmakernya puny ide dan mampu mengeksekusinya dengan sempurna… Gambar-gambar di film ini terlihat begitu natural karena tidak menggunakan teknik-teknik pengambilan gambar yang heboh, jadi mata gue ngerasa we are not watching a movie, but looking at real life!! .

Acungan jempol lainnya buat ide cerita yang nggak mau jatuh ke kubangan gelap mengenai perang, lelucon-lelucon yang keren ditebar sana-sini tanpa sungkan, membuat emosi penonton naik turun nggak karuan…. DAMN, YOU GUYS ARE GREAT !!

Acungan jempol buat para pemainnya yang terlihat dapet karakternya (tapi kayanya gue nggak pernah deh liat film festifal yang pemainnya nggak OK!!)

Emang layak banget film ini jadi best film tahun 2004 di San Sebastian…. Sumpeh deh… walaupun this movie is not my cup of tea tapi … gue sama sekali nggak menyesal untuk nontonnya… Anak memang sumber inspirasi terkeren untuk bikin karya dalam bentuk apa pun.

The second movie for today is THE SEA INSIDE (7 pm - GBB-TIM)

Ada seorang Ramon (Javier Bardem) dan hidup tidak akan jadi sama bila dekat dengannya.

Ramon adalah seorang yang cacat dari leher kebawah, tapi kecacatanya hanya membuktikan bahwa manusia memang hanya butuh kepalanya saja untuk bisa hidup bahagia. Ramon memberikan sebuah konsep baru dari POWER. Ramon yang menyenangkan dan selalu menulis dengan mulutnya itu ingin MATI. Bukannya dia nggak tahan sama hidup, tapi dia merasa dia sudah cukup menikmati hidup dan ingin melakukan sesuatu yang berbeda, yaitu mati.

Proses Ramon dalam mencari kematian membuat penonton menguras air mata. Pertanyaan-pertanyaan mengenai hidup, mati, bahagia, jatuhcinta, frustrasi dan laut membuat penonton sendiri menjadi ikut mempertanyakan hidupnya masing-masing.

Nonton film ini bener-bener menguras emosi gue, keluar dari theater rasanya gue tinggal daging dan kulit saja. Gila this movie just drain the life outta me.

Beda dengan Turtle Can Fly, Film The Sea Inside pake teknik kamera yang keren untuk mendukung jalan pikiran Ramon yang penuh fantasi (iya lah… saat lo hanya bisa tidur doing di tempat tidur ‘lo, yang melanglang buana adalah kepala ‘lo). Kekaguman dan pendalaman film maker terhadap laut bikin kita bisa liat gambaran laut yang indah, berwarna hijau di kontraskan dengan pasir yang coklat muda. This film has great shot in it, sayang proyektornya ndak focus banget, jadi agak bikin nggak enak mata waktu awal-awal nonton.

Ada kalimat yang bikin gue mati kutu waktu dengernya…

‘Why do you want to die?’

‘Like my father always says that it’s going to rain tomorrow and it will, I know that I want to die.’

Sebuah jawaban berdasarkan feeling dan rasionalitas yang bikin sedih, karena it reminds me that all my life I’ve been doing what my heart says….

Film ini penuh dengan simbol-simbol yang gampang di cerna dan kalimat-kalimat yang puitis dan (menggunakankan vocabulary yang gue dapet dari Vitri) NANCEP ABIS !!

Hehehe… nggak salah dia dinobati film asing terbaik di Academy Award dan Golden Globe… Film ini emang dasyat.. walau waktu 125 menit terasa amat lama karena you keep crying all the time.

No comments: