Friday, December 18, 2009

Nyaman!

Menurut salah satu perempuan yang paling cerdas yang saya pernah kenal, saya adalah orang yang mengagungkan kenyamanan. Saat mendengar ucapan orang yang memiliki label sahabat saya itu, saya hanya bisa mengangguk dan mengiyakan. Saya pikir, siapa sih yang tak ingin hidup nyaman?

'ah, tapi kadang lo keterlaluan!' ujarnya. Sebelum saya naik darah karena dikatakan keterlaluan, saya mencoba mencerna ceritanya. 

'saat 'lo bersama-sama orang yang tak nyambung sama lo, 'lo ndak mau repot mencoba membuat orang itu memahami lo. Lo dengan santai meninggalkan dia dengan pikiran ah, dia ndak bakal ngerti. Ini bukan karena lo sombong atau apa, ini karena lo maunya nyamannya saja.The world doesn't work that way'  

Aih... berat! Pernyataan sahabat saya itu saya telan mentah-mentah karena --jujur aja-- pernyataan itu ndak membuat saya nyaman. 

ok, next scene.... 

ada seorang berondong lucu yang belakangan ini sering ngobrol sama saya. suatu kali saat ber-ym-an ria, tiba-tiba (entah di dorong oleh keberanian dari mana HAHA) dia bertanya, 'emang kenapa sih kalau lo pake baju besar-besar begitu?' 

aih.. mati! Saya terpana, satu karena karena pertanyaannya. kedua karena saya mendapati diri saya menjawab dengan menggunakan kata NYAMAN. 

ok, next scene ... 

kamis malam, ditemani ice capucino dingin dan bir bintang, seorang teman lelaki saya --saat ditanya mengenai gambaran dia tentang diri saya menjawab:

"kalau dianalogikan dengan rumah (thank you for reminding me that i'm as big as a house... wahahaha) lo itu manusia yang selalu berpintu, dan lo pilih siapa saja yang bisa masuk dalam rumah lo. Kadang lo melongok ke jendela untuk lihat siapa yang mau datang, dan memutuskan tak membiarkan orang itu masuk saat lo 'memprediksi' bahwa dia tidak akan cocok dengan lo. Lo itu manusia yang mau menentukan semuanya sendiri agar lo nyaman " 

aih, mati! saya tak bisa komentar mengenai hal ini karena aih mati! (thank you for being a friend, mas) 

3 cerita 
3 orang berbeda 
1 objek penderita 

ada beberapa hal yang bisa saya simpulkan dari 3 cerita di atas. Yang pertama dan terpenting adalah: JANGAN BANYAK-BANYAK PUNYA TEMEN DEH! karena kadang-kadang Anda bakal syok sendiri sama pendapat mereka tentang diri Anda! 

yang kedua dan ini penting bagi saya pribadi... adalah konsep kenyamanan.... 
saya tak pernah sadar bahwa kenyamanan itu adalah sesuatu yang saya junjung tinggi. 

Alasan mengapa saya tak pakai hak tinggi atau menolak sanggul jawa saat memakai kebaya, ternyata bersumber pada satu kata ajaib ini. Alasan mengapa saya kembali ke tempat kerja saya yang pertama atau pilihan untuk kembali mengajar lagi, ternyata kembali ke kenyataan bahwa saya mencintai kenyamanan. 

Tak tidur semalaman untuk bercanda dengan teman. 
Menolak botol bir keempat untuk menjaga kewarasan. 
Berusaha tersenyum saat semua sedang kebingungan untuk mencari jalan pulang 
Menulis sebuah cerita untuk meluapkan isi kepala yang sudah kepenuhan

ternyata kenyamanan itu NYAMAN SEKALI. 

Tapi 3 adegan di atas membuat saya berpikir bahwa saya tak hidup sendiri... semua orang yang sudah menghilang dari hidup saya --baik yang disengaja oleh saya, maupun oleh dia, maupun tidak sengaja dari kedua atau ketiga pihak-- adalah bukti-bukti bahwa kenyamanan saya mulai bersifat destruktif. 

terbayang nama-nama yang sudah hilang dari contak di ponsel saya, multiply saya, YM saya dan facebook saya.  Itu harga kenyamanan saya. 


"Ada yang namanya kompromi, det," ujar teman lelaki saya sambil menyeruput ice capucinonya. Kompromi, menurut lelaki yang beberapa waktu terakhir ini memutuskan untuk membiarkan rambut di wajahnya tumbuh liar itu, adalah kunci agar diri saya bisa nyaman, namun tetap mempunyai banyak teman. 

Aih, mati. Kompromi... agak serem juga mendengar kata itu. Sepanjang ingatan, saya adalah manusia yang tidak pernah melakukan hal itu. It's either take it or leave it. Ternyata pelajaran hidup itu terus terjadi sampai kita mati. Saya pikir saat ini saya sudah cukup tua untuk diberi label bijaksana. Ah, ternyata belum juga dan saya tidak nyaman dengan kenyataan itu... 

hehehehe... 
eh, guys, thanks for reading 
ini cuma curhat pendek yang nangkring di kepala dan akan terus mengganggu tidur saya kalau tidak saya tuliskan di sini... :)

14 comments:

Jia e said...

Like this post. Life is indeed a neverending school :D

serny olive said...

setuju banget tuh sm lelaki yg minum ice cappucino itu, boleh kenalan gak sm orang itu :))

rachma wati said...

lelaki yang minum ice cappucino itu kenapa gak ikutan minum bir?.. biar pas ma rambut di wajahnya itu lho, hihihi.

detta aryani said...

@wawa: entah... gue juga kaget dia ndak minum... hehehhe... :) sebuah nongkrong yang terbilang amat singkat, karena kami sudah terlalu lelah dn kudu pulang... :)

detta aryani said...

hahaha.. boleh-boleh!

detta aryani said...

thank you! I like your comment about liking my post.. heheheh :)

Candra Aditya said...

satu2nya yang bikin penasaran adalah siapa berondong itu mbak detta yang manis ? aku pernah terlintas pertanyaan itu.

detta aryani said...

ada berondong yang lucu yang kalo ketawa ada lesung pipitnya, dan saat ini sedang panik karena ada lelaki tampan sedang berusaha mencuri hatinya... WAHAHAHAA!

Candra Aditya said...

wekekekekekeke

tito imanda said...

tulisan fiksi yang menggugah.

detta aryani said...

terima kasih.. :)

Candra Aditya said...

wakakakaka

detta aryani said...

gue ndak ngerti kenapa lo ketawa... ???

Candra Aditya said...

lagi pengen aja.