Di sebuah ruang keluarga yang luasnya menyamai sebuah rumah sederhana, saya dihadapkan pada sebuah pengalaman yang begitu menakjubkan.. sebuah ironi sebenarnya, tapi ah, tahu apa saya... baiknya dibaca saja dan beri pendapat Anda pada saya.
***
"Music is the food of love," begitu ujar seorang pianis ternama Indonesia mengutip kata-kata Shakespeare di hadapan sekitar 40 orang berada di ruang tamu maha luas itu. Sang pianis--yang pada tulisan ini tidak akan disebutkan namanya, membungkuk takzim kepada para tamu-tamu yang termasuk dalam kelompok 2% rakyat Indonesia yang bisa hidup senang di negaranya.
Memang hal ini tak mengejutkan, karena hanya orang-orang dengan kapasitas demikian yang mampu menghadirkan seni kelas tinggi dalam kenyamanan ruang keluarga sendiri. "Ini bukan konser,"jelas sang pianis, "ini adalah dinner with music."
Saya hanya bisa termangu tak mengerti konsep-konsep yang dilemparkan saat itu. Kepala saya masih mencerna kejadian di depan saya. Ruang keluarga yang maha luas, lukisan ternama yang berjajar di dindingnya, dan sebuah bukit kecil sebelah teras belakang. Semua hal itu membuat saya lebih mengerti mengenai konsep jelata dan maha raja.
Tapi semua kebingungan, keheranan, dan kekikukan saya berada di sana, dihapus bersih saat jari-jari sang pianis menyentuh tuts dan menghadirkan lantunan lagu-lagunya.Saya memejamkan mata membiarkan telinga saya saja yang menikmati semua itu.
Saat banyak orang mendeskripsikan suara piano dengan kata lantunan, malam itu, suara yang keluar dari instrumen tersebut terdengar seperti seperti lecutan ke gendang telinga saya. Tarian jari sang pianis di atas tuts seakan memiliki nyawa dan kemauannya sendiri dengan intensitas berbeda tiap bagian lagu yang dibawakan.
Ada satu lagu yang membuat saya terkesan. Sebuah gubahan pribadi sang pianis yang diberi judul “To Adam G.” Lagu tersebut, menurut sang pianis adalah sebuah ucapan terima kasih kepada Adam Gyorgy—pianis ternama asal Hongaria—yang telah mendukung sebuah proyek seni di Indonesia.
Saat mendengar lagu itu, saya merasakan apa yang dimaksud dengan ucapan terima kasih.
Sang pianis membuka lagu itu dengan nada-nada yang dimainkan secara perlahan dengan intensitas mendalam dan penuh rasa hormat, persis seperti orang yang sedang memaparkan kenapa dia bersyukur atas sesuatu. Namun perlahan-lahan tempo permainan dipercepat sampai akhirnya menggantung seakan menunggu jawab.
Saya tak tahu kenapa saya menjadi larut dalam lagu ini. Saya tak tahu kenapa saya merasakan lagu ini hidup dan sedang menceritakan dirinya dengan jelas kepada saya.. Ah, bagi seorang yang tone deaf, saya terkejut mendapati ini terjadi pada saya.
Ah, bapak pianis.. bless your soul. Terima kasih sudah memberikan pengalaman musik yang begitu manis bagi manusia seperti saya.
Ternyata memang benar apa ucapan Henry Wadsworth Longfellow yang mengatakan “Music is the universal language of mankind.” Bagi manusia jelata seperti saya, musik akan terdengar sama di telinga orang-orang yang hanya ada 2% saja jumlahnya di negara ini. Sama-sama indah!
11 comments:
siapa? siapa? andy ya?
andy siapa? hehehe.... yang gue kenal cuma andy lau, babe.. :)
ananda sukarlan... hehehe
iya.. :) keren pisan yah, orang itu.....
emberr!!! he's truly a maestro. lagi liburan panjang ya, babe?
yup! keliatan yah karena banyak entri di multiply ini.. hehehe.. lagi bikin novel (ceritanya) pas liburan... aih.... ambisius sekali liburan ini... makanya tiap hari latihan nulis mulu tiap hari... tiba2 ndak sadar udah hari keempat liburan.. tinggal 6 hari lagi.. hiks... :)
hihihihi... pengen deh liat orang main piano. terobsesi pengen jadi pianis setelah liat klipnya maksim yang kayak orang ngamuk di deket piano... hahaha apadaya, jari2ku gak sepanjang punya maksim.
@nggacor: sudahlah jadi sutradara dan penulis saja! nanti aku jadi punya idola baru... hehehe :)
hahahaha...
tulisan fiksi yang bagus...
terima kasih...
errr.... ini maksudnya apa ya, pak?
Post a Comment