Tuesday, August 17, 2010

Dan hujan pun turun dengan deras pada pukul tiga siang

kenapa hujan turun dengan deras pada pukul tiga siang? 

saat aku dan kamu sedang duduk terdiam membiarkan apa yang diajarkan menguap perlahan tiba-tiba hujan keparat itu datang. Saat makan siang beberapa jam yang lalu sudah habis diproses di perut dan membuat kepalaku dan kamu mulai mempertimbangkan apakah sudah waktunya kembali makan. Saat semua yang ingin dibicarakan sudah diungkapkan, bahkan semua perdebatan pun telah selesai diluruskan... 

kenapa hujan turun dengan deras pada pukul tiga siang? 

benar-benar tak habis pikir.. kenapa si hujan memilih waktu itu untuk turun membasahi bumi. Saat aku dan kamu sudah habis bahan obrolan. Saat aku dan kamu sudah tak lagi punya cerita. Jadi apalagi yang harus dibicarakan? 

"kopi, teman?" ujarmu dengan perlahan. 

Ah, bohong! Aku tahu kamu tak benar-benar ingin menawariku kopi. Sejak kapan kamu mengubah pandanganmu mengenai perempuan dan kopi? Ini pasti caramu untuk membunuh waktu. Setahun lalu, kamu tak begitu. Dulu, kamu dengan santai akan berkata, "Sayang, aku mau kopi buatanmu." Huh! dan aku pasti dengan sedikit menggerutu akan membuatkannya persis seperti ajaranmu. 

Ada rasa canggung saat melihatmu bangkit dan membuatkan kopi untuk aku. Hahaha. Well, mungkin canggung bukan kata yang tepat. Mungkin lebih cocok surreal. :) 
Entahlah.  Mungkin kamu telah berubah. Atau aku telah berubah sehingga kamu mengikuti perubahan itu untuk mengimbangiku. Atau ah, entahlah... mungkin beban kata sayang dan honey itu membuat hubungan setahun yang lalu itu jadi berantakan. 

Uff... tiba-tiba kenangan mengenai kejadian setahun lalu menempel di kepala...

kenapa hujan turun dengan deras pada pukul tiga siang? 

Sehingga aku tak bisa kemana-mana. Terperangkap dalam kenangan. Kenangan buruk bersamamu setahun yang lalu.

"Ini kopinya," ujarmu sambil meletakkan mug besar berwarna merah jambu norak itu di sisi kakiku yang sedang bersimpuh di teras memandangi derasnya air yang jatuh dari langit. 

Gila, kamu benar-benar bikin kopi? ujarku dalam hati. Tapi tetap aku tak tahan untuk tidak membelalakkan mata melihat kamu datang dengan mug itu. Ah, mungkinkah waktu setahun bisa mengubahmu sedemikian drastis?

kenapa hujan turun dengan deras pada pukul tiga siang? 

Aku hanya bisa terdiam dan berlahan-lahan menghirup kopi yang kamu sediakan. 

"Masih sampoerna merah?" ujarmu menghentikan kegiatanku menyesap kopi itu. 
APA? ini benar-benar kejutan. Mau tak mau aku harus menganga menatapmu membawa asbak dan sebungkus sampoerna merah di tangan. 

Kamu memang benar-benar tak malu! 

Kamu kan sudah berjanji bahwa hari ini tak akan ada pembahasan mengenai masa lalu!

Tapi kenapa tiba-tiba ada secangkir kopi dan rokok itu? Semua kegemaranku yang dulu kamu benci sekarang dengan santai kamu hadirkan di mukaku. kemana Gudang Garammu? kemana ego lelaki yang percaya bahwa kopi yang enak adalah kopi bikinan seorang wanita?  

kenapa hujan turun dengan deras pada pukul tiga siang? 

"kadang aku rindu bau rokokmu, jadi selalu ada di kamarku. Akan kuhisap satu tiap kali aku rindu ingin bicara padamu" ujarmu tak malu-malu. SIAL, aku mengutuki diriku sendiri. Kenapa aku berpikir bahwa setelah kejadian setahun yang lalu, aku dan kamu bisa kembali lagi menjadi manusia yang sama seperti sebelum kejadian itu.

Kuharap hujan bisa cepat reda. Ternyata setahun belum bisa menghilangkan rasa tak enak yang membuat aku dan kamu tak bisa lagi berhadapan muka tanpa mengenangnya. Hujan terus mengguyur bumi tanpa ada tanda tanda ingin berhenti. 

"Tadi kamu berjanji kita harus mencoba untuk berteman lagi," ujarku tak berani menatapnya, "kalau terus begini, sepertinya pertemanan tak bisa menjadi sebuah opsi. Kawan, saya masih takut untuk mengenang." 

Kamu terdiam. Lalu mengambil gitar. Benteng terakhirmu setiap kali ada sesuatu yang mengganjal. Aku hanya bisa berdoa semoga hujan bisa cepat reda. 

Lalu, seperti ada yang mendengarkan doaku. Langit tiba-tiba berhenti mengucurkan hujan. Awan gelap hilang dan matahari kembali bersinar. 

"Aku pulang, kawan," ujarku sambil menyelesaikan kopi di mug merah jambu itu. 

"Baiknya memang begitu," ujarmu ikut bangkit menemaniku mengambil tas dan semua barang-barangku. 

"Maafkan soal kenangan. Padahal tadi awalnya kita sudah bisa baik-baik saja seperti dulu yah?" tanyamu berusaha bernada ringan. 

"iya, ini semua gara-gara hujan. kalau saja tak hujan. Aku dan kamu pasti sudah keluar lagi mencari makan dan tak bakal ada obrolan mengenai kenangan!" jawabku --juga berusaha terdengar ringan. 

Di tengah sisa hujan, aku berjalan. Mengingat janji aku dan kamu untuk bertemu esok hari --bila tidak hujan--untuk kembali lagi menjajaki kemungkinan untuk berkawan. 

Aku sungguh berharap besok tak akan hujan, karena hujan --terutama yang deras pada pukul 3--akan selalu menjadi penghalang usaha kami untuk mengubah status dari mantan pacar kembali ke sahabat kental.


* kenangan hujan pukul 3 siang di jatinangor yang sedang gue rindukan*

3 comments:

detta aryani said...

kenapa aku suka sekali akan tulisan ini yah?? makasih, kurcaci! :)

irina lune said...

awww... awwwww.... utterly romantic. i love rain tho...

detta aryani said...

makasih makasih, dear... saya juga suka hujan.... ini kan hanya fiksi :)