Tadi sore—setelah melewati banyak sekali keribetan—gue mendapati diri gue duduk manis di sebuah ruang bioskop seharga Rp 15000… tanpa mengantri, tanpa sibuk milih film dan tanpa perlu jalan kaki. Emang hebat temen2 gue sore tadi!
Confession of A Shopaholic, begitu judul film yang mereka pilih untuk sore ini. “Seru lho untuk ketawa-tawa,” begitu ujar Ion, temen gue beberapa hari yang lalu. Mmmm.. menarik, begitu batin gue. Jadi dengan anteng gue duduk di bioskop sambil menanti bagaimana kisah yang berdasarkan novel laris Sophie Kinsella itu dijadikan sebuah film.
Sebagai orang yang tidak pernah terpapar oleh tulisan Sophie Kinsella, gue datang ke bioskop tanpa ekspektasi. Karena alasan itulah maka gue sangat amat kecewa dengan apa yang lihat di layar itu. (Lagi-lagi gue kembali dikecewakan oleh film Hollywood!) Kalau gue aja kecewa apalagi orang-orang –seperti Nofi, yang sore itu juga nonton bareng gue—yang sudah punya bayangan mengenai sosok perempuan penggila belanja yang gokil itu, pastinya akan kecewa abess…
Kenapa gue kecewa? Jawabannya sederhana kok… karena gue merasa dilecehkan secara intelektual sama film makernya (keren ngak tuh bahasa gue)… apakah hanya karena film ini adalah sebuah chick flick maka tidak dibuat dengan keseriusan tinggi? Gila apa? Sebagai penggemar chick flick gue merasa dikhianati.. hehehe…
Semua karakter yang ada di film itu terasa dangkal banget! Ndak membekas dan tidak memberi penjelasan logis mengenai mengapa dan bagaimana.
Seperti apakah isi tulisan Rebecca yang bisa membuat chief editor majalah ekonomi jadi terpukau dan langsung menjadikannya penulis bintang di majalahnya?(sumpah gue penasaran bagaimana orang yang tidak mengerti ekonomi mendadak bisa menganalogikan masalah ekonomi dengan sepasang sepatu—gue pikir saat orang sudah beranalogi, maka pemahamannya sudah berada di satu tingkat lebih tinggi dari orang biasa.. well, that's just me sih).... Bagaimanakah cara pembaca majalah ekonomi mendadak mendapat penggemar begitu banyak dalam waktu singkat? Bukankah majalah ekonomi memiliki pangsa yang demikian khusus, sehingga pertambahannya tidak akan secepat itu?
Damn… gue beneran penasaran sama pertanyaan-pertanyaan di atas, sayangnya sampe akhir film, ndak ada jawabannya…
Selain masalah-masalah di atas, gue merasa film ini tidak berlaku adil pada para penggila belanja. Gue memang bukan orang yang gemar belanja. Walau ndak doyan belanja, gue punya temen2 yang gila belanja, dan ada satu dua di antara mereka yang bisa lah disebut shopaholic… Dari orang-orang itu, gue bisa melihat satu hal yang mirip dari mereka semua. Mereka adalah orang-orang yang cerdas yang punya kelemahan kalau dikasih liat barang bagus di toko. Saat melihat karakter utama di film ini gue bertanya dalam hati, apakah orang yang clumsy, dudul dan uncreative seperti ini layak jadi seorang shopaholic? Lihat Sarah Jessica Parker dan gang-nya yang doyan belanja di Sex in the City sebagai pembanding. Si Rebecca hanya bisa disebut sebagai orang yang kalap belanja!
Shopping bagi para shopaholic adalah sebuah pelepas stress, nyanyian surga dan kedamaian nirwana. Ada sebuah falsafah hidup di sana. Sebenernya ini diperlihatkan sedikit dalam adegan Shopaholic Anonymous… sayangnya, tokoh utama yang diberi label shopaholic ini, tidak ditanamkan salah satu trait (waduh.. ndak tahu bahasa Indonesianya apa ini) yang ada dalam seorang shopaholic.
Intinya sebenernya sederhana… (what?! Gue nulis panjang2 gini, intinya ternyata sederhana?!) film ini tidak memiliki kedalaman seperti yang gue harapkan dalam sebuah film… tingkat kepercayaan gue pada apa yang diceritakan di sini sangat rendah. Dalam perjalanan pulang dari nonton gue kepikiran, betapa nanti anak cucu kita melihat ini, dan akan beranggapan bahwa masalah shopaholic adalah sebuah laughing matter (sori nyelip lagi basa aneh ini) … bukan gue mengharap semua film adalah film mikir dan berat, tapi film kacangan bukan berarti film yang hanya selintas lewat aja di kepala bukan…liat film bring it on! Film kacangan yang punya pesan mantap dan karakternya dalam… bukan mau ngecap film CoTS bermutu rendah, ini cuma jeritan gue supaya kalo bikin film itu sedikit logis donk.. secara gue orang bodo yang ndak bakal ngerti kalo ceritanya ndak jelas! Hiks…
13 comments:
haahahha ini film buat bego-begoan aja. karena benar-benar beda dari 3 seri buku yang gw baca. gw rasa yang nulis naskahnya bukan Sophie Kinsella deh...
makanya.... ikut ke plaza semanggi aja
mending deadline nemenin daly.... lagi lagi 2 jam hidup lo kebuang sia sia kan
ngak kebuang sia-sia kok! hehehe.. jadi kenalan sama apa yang namanya rasa kecewa.. hehehehe.. ngak ada tuh nonton film berakhir dengan kecewa!
..gue sering juga ketipu, babylon AD, jumper, Bobby. dll dll....
mau nonton ih... sayang nga py temen nonton sekarang... hehehe jakarta makin jahat bagi gue sekarang (Rabu Curhat jadi sah ya... ehehehe) mau nonton kambing jantan ih...
Det, det, jadi ya, gue baca novelnya tuh berjuta taun yang lampau... bukunya asli bikin gue stress. Terutama bagian paruh awal waktu si becky itu utangnya numpuk, anjiirr... segitu banyak dia mau bayar gimana caraaaa...
Udah gitu tu cewek bego banget, bukannya pusing masalah bayar utang dia malah ngecengin cowok pula. Gue kasian banget sama cowoknya yang merasa tertarik sama dia. Ihh...
Di akhir novel gue juga tetep merasa, anjir nggak banget. Mimpi abis. Mana ada masalah utang bisa selese begitu saja seperti yang Becky alami... peh namanya juga fantasi wanita lajang doyan belanja.
IHKK! Terus tau ga sih ada orang Indonesia yang bikin novel serupa, ya oloo.... gue review itu buku di goodreads, gue sumpah2in. 400 halaman tebelnya isinya belanja dan belanja dan belanja. ARRGGHHH!!!
ohiya... yuk nonton kambing jantan. Gue ga suka bukunya, komiknya lebih mending, gue pengen tau filmnya kayak apa. Yuk yuk yuk... mareee..
secara tante perempuan ajakan,,,. diajakin dong jeng,,, ghegege
hihihihihi....lo bisa tidur nggak abis nonton itu det?
menurut lo? gue nulis entri ini jam 1 malem.. karena gelisah kudu numpahin sesuatu di kepala supaya ndak gila... hahaha
kapan nih ngambingnya? mingguh?
wah.. wiken ndak bisa diganggu gugat euy... hehehehe... wikday aja mau?
stuju banget! ini film asli lebay dan dagelan berat, tapi nggak ada isinya. super khayalan banget, cuappee.. nontonya.
Post a Comment